fbpx
dari tempat yang tinggi
Travel & Culinary

New Insight, Ketika Kembali Dari Tempat Yang Tinggi

Udara dingin pagi ini mengingatkan saya pada suatu pagi di Sumba, dari tempat yang tinggi. Angin bertiup pelan, namun sanggup menyelinap sampai ke tulang. Hari itu adalah hari terakhir di Sumba, setelah perjalanan selama 3 hari. What a memorable trip, karena ditutup dengan mengunjungi salah satu tempat tertinggi di Sumba Barat Daya. Di sana saya bisa merenung sejenak dan semakin mensyukuri hidup.

Setiap tujuan wisata selalu menyajikan sesuatu yang sulit dilupakan. Entah perjalanannya, pemandangannya, udaranya, bahkan hembusan anginnya. Saya sendiri menyukai tempat-tempat yang tinggi atau luas. Tempat di mana saya bisa melihat sejauh-jauhnya, sepuas-puasnya dan memberikan energi positif. Seolah daya baterai saya terisi penuh kembali dan sanggup bertahan hingga berbulan-bulan kemudian.

Berikut adalah 5 tempat yang pernah saya kunjungi dan mendapatkan sudut pandang yang baru dalam hidup ini.

Puncak Monas

Dari atas Monumen Nasional atau Monas, Ibukota Jakarta bisa terlihat 360 derajat. Dari ketinggian 133 meter ini semua gedung tampak kecil, rumah-rumah terlihat seperti kumpulan kotak lucu dan jalanan membentuk garis-garis tebal. Jakarta dengan sejuta pesonanya bisa dipandang menyeluruh. Ketika berada di sana saya bertanya dalam hati, “Rumah saya yang mana, ya?” Berharap bisa melihat tempat tinggal saya, sebagaimana saya bisa melihat Monas dari pohon jambu di dekat rumah. LOL.

Baca juga : Melihat Monas dari Dekat

Saya suka melihat Jakarta dari atas. Begitu padat tapi terlihat tenang, berpolusi tetapi menantang. Begitulah Jakarta, kota yang ingin ditaklukkan oleh banyak orang. Jika saya berusaha keras, pasti saya pun bisa menaklukkannya.

Dari Balik Jendela Pesawat

Pertama kali naik pesawat saya takjubnya bukan main dengan keindahan di bawah sana. Tinggi, lebih tinggi dari Monas dan gedung apa pun di muka bumi ini, bahkan terasa dekat dengan langit. Ternyata bumi seindah itu. Betapa kita ini hanya manusia yang terlalu kecil dibandingkan dengan seluruh keindahan yang saya lihat dari balik awan-awan putih.

dari tempat yang tinggi

Kursi di balik jendela pesawat adalah tempat yang selalu ingin lagi dan lagi ditempati. Ada semangat yang kian tumbuh untuk bisa mewujudkan keinginan itu. Untuk menambah daftar pengalaman dan kenangan, juga untuk meniupkan energi baru pada batin ini.

Grand Hyatt Hotel, Kuala Lumpur

Waktu ke Kuala Lumpur tahun 2019 yang lalu saya dan rombongan trip bertemu dengan seorang asal Surabaya, di kereta menuju Batu Caves. Dia sendirian dan kami ajak bergabung. Ternyata dia bekerja di Grand Hyatt Hotel dan sedang ditugaskan di Kuala Lumpur. Itu adalah hari terakhir liburnya sebelum besok harus kembali ke Indonesia.

Karena itu juga hari terakhir kami explore Kuala Lumpur, jadinya puas-puasin main sampai malam. Sebelum kembali ke hostel untuk packing dan istirahat, kami mampir ke Grand Hyatt sebentar untuk foto-foto. Saya terdiam sebentar melihat gemerlap Kuala Lumpir dari (kalau nggak salah) lantai 24. Keren dan menakjubkan. Untuk sesaat saya merasakan kemewahan duniawi. Kemewahan yang mungkin suatu saat bisa saya alami kembali. Itulah kenapa kita nggak boleh cepat menyerah dengan mimpi-mimpi.

dari tempat yang tinggi
Sesaat merasakan kemewahan.

Pantai Tablolong, Kupang

Hari itu nggak ada pengunjung selain saya dan ketiga teman saya. Pasirnya putih, langitnya biru, air laut menciptakan gradasi tosca. Ini bukan tempat yang tinggi, tapi di pantai Tablolong, Kupang, Nusa Tenggara Timur, untuk pertama kalinya saya nggak merasakan waktu bergerak. Ketika saya duduk menghadap ke pantai, waktu seolah berhenti.

Keren banget pantainya. Bahkan untuk berkedip saja saya merasa rugi, nggak mau melewatkan keindahan ini meski hanya sepersekian detik. Menyadari bahwa saya nggak bisa berlama-lama di tempat itu, saya nggak mau terlalu banyak foto-foto. Yang saya lakukan hanya duduk memandangi laut.

Sekembalinya dari Tablolong Beach, saya sadar mungkin seperti itulah hidup akan berjalan perlahan jika nggak ada yang kita kejar. Bersyukur banget bisa punya kesibukan dan aktivitas yang meski bikin saya berkejaran dengan waktu, tetapi justru karena itulah hidup ini memiliki warnanya sendiri.

Bukit Ledongara, Sumba Barat Daya

View di Bukit Ledongara, Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur seperti lukisan. Sulit dipercaya bahwa saya benar-benar berada di sana sejak subuh. Meski anginnya cukup dingin tapi nggak menghentikan semangat saya untuk melanjutkan misi menyaksikan terbitnya matahari.

bahagia menjalani hobi
I saw the sunrise at Ledongara Hills

Saya sangat menyukai momen ketika langit mulai berubah warna di pagi hari. Dan baru kali itu menyaksikan secara langsung si pemberi warna yang perlahan muncul di balik cakrawala. Masya Allah, ada rasa haru yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Mungkin begini rasanya ketika Simba diperlihatkan daerah kekuasaan ayahnya, Mufasa, pada film The Lion King.

Selain matahari terbit, bisa juga melihat matahari terbenam dari sini. Sayangnya saya sudah harus kembali ke Jakarta siang harinya. Ledongara Hills menunjukkan kepada saya akan kesetiaan. Matahari yang selalu setia bersinar sepanjang waktu dan bumi yang selalu berputar menuju cahaya terang itu.

Ketika kembali dari tempat yang tinggi selalu ada perasaan baru yang mengisi relung jiwa. Menjadi lebih bersemangat dan tentunya jauh lebih bersyukur.

Terima kasih sudah membaca tulisan yang serius ini, gengs. Setelah ini akan ada tulisan lain tentang kolaborasi. See you 😇

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *