
Aku Anak yang Berharga
Ibu jariku pernah terluka saat berkebun beberapa bulan yang lalu. Padahal aku sudah memakai sarung tangan, tapi tetap saja lecet akibat terlalu lama menggunting rumput, tak terhindarkan. Selain kulit yang mengelupas, jempolku pun bergetar. Mungkin karena aku terlalu bersemangat dan menggunting terlalu lama, hingga otot jariku kelelahan. “Oh, jempolku yang berharga…” gumamku sedih, sambil mengobatinya dengan Betadine.
Anakku yang sangat setia menemani, bertanya padaku. “Memangnya kenapa jempol mami berharga?” Aku tergelak, lalu mulai menjelaskan. “Karena dengan jempol yang sehat, mami bisa melakukan banyak aktivitas dengan baik. Apalagi mami suka menulis, mengetik di laptop. Dan bukan hanya jempol mami saja yang berharga. Semua yang ada pada diri mami, berharga. Karena ini ciptaan Allah.”
Aku berharap apa yang kusampaikan ini bisa menjadi value. Tapi aku tidak tahu kalau perbincangan kali itu cukup berkesan baginya.
Berbulan-bulan kemudian, ada momen dia sedih karena perkataan teman sekelasnya. Temannya berkata “Kamu tuh beban” karena kelompoknya tidak menang dalam game di pelajaran PPKn. Mungkin temannya menganggap, ketidakcakapan anakku menjadi penyebab kekalahan mereka. Hiks, bukan dia saja. Aku pun merasa sedih dan terluka mendengarnya.
Setelah kejadian itu anakku jadi tidak semangat ke sekolah. Segala drama pun terjadi tak kenal waktu, meski aku selalu berusaha membesarkan hatinya. Aku katakan, “Bagaimana pun keadaanmu, mami tetap sayang. Kamu tetap anak mami yang berharga.”
Minggu ini adalah jadwal pembagian rapor tengah smester. Ada satu mata pelajaran yang anakku kurang menguasai sehingga mendapatkan nilai yang pas-pasan di rapor. Aku tidak mempermasalahkannya, karena di mata pelajaran lain nilainya baik. Anakku menyadari kekurangannya itu dan alhamdulillah mau menerima nilai yang didapatkannya serta bertekad akan belajar lebih giat. Masya Allah, aku terharu dibuatnya.
Kemarin sepulang sekolah, saat kami beristirahat di bawah hembusan udara dingin dari AC di kamarnya, sambil cerita-cerita tentang kegiatan hari itu (kegiatannya dan kegiatanku), anakku menanyakan sesuatu yang di luar dugaan.
“Mih, waktu nilaiku ada yang jelek, kok mami nggak pukul aku?”
“Hah???” Aku berusaha memperlihatkan wajah kagetku. Aku ingin menunjukkan bahwa pertanyaannya sungguh membuatku terkejut. Tahu dari mana dia soal ini? Sebuah konsep yang tidak pernah diterapkan di keluarga kami. Ternyata, katanya dia lihat di youtube, ada video animasi dengan adegan demikian. Ugh, rasanya mau langsung aku laporkan video tersebut sebagai konten yang berbahaya.
“Untuk apa memukul? Apakah nilaimu akan berubah jadi bagus kalau mami memukulmu?” dia tertawa menanggapiku. Mungkin dalam pikirannya ia merasa “benar juga, ya.”
Lalu, aku tatap matanya dan mengatakan, “Kamu memang dilahirkan oleh mami. Tapi yang menciptakanmu bukan mami, melainkan Allah. Apa iya, mami boleh memukul ciptaan Allah?”
“Nggak.” jawabnya.
“Mami tidak boleh memukulmu, karena kamu ciptaan dan milik Allah. Mami hanya boleh memukul kalau kamu tidak mau shalat.” lanjutku.
“Aku anak yang berharga, ya?” sahutnya lagi. Masya Allah, dia masih mengingat obrolan kami yang sudah lalu. Masih ingat bahwa bagaimana pun keadaannya, dia tetaplah anakku yang berharga. Seketika ada rasa hangat merambati hatiku. Obrolan kali itu pun kami tutup dengan berpelukan. Sebuah bahasa kasih yang konon dapat menciptakan rasa aman dan rasa dihargai.
Oh ya, maksud perkataanku, bolehnya orang tua memukul anak yang tidak mau shalat berdasarkan hadits ini, ya, “Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika usianya 7 tahun. Dan pukullah mereka ketika usianya 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud). Itu pun bukan memukul karena emosi semata. Melainkan memukul dengan tujuan mendidik dan menjadi jalan paliiiing akhir. Apabila anak sudah bisa diminta shalat dengan cara yang lembut atau cara lain yang lebih baik, maka hukumnya tidak boleh memukul anak. Insya Allah anak-anak kita adalah anak sholeh/sholeha yang bertanggung jawab atas kewajibannya sebagai muslim/muslimah.
Kembali ke topik, ya. Jangan lupa sampaikan kepada anak bahwa dirinya berharga. Bagiku, ini adalah gerakan kecil tapi berdampak sangat besar. Setidaknya anak jadi memiliki pondasi tentang dirinya dan tidak mudah terbawa pengaruh negatif dari lingkungannya.
Rumah adalah tempat anak pertama kali merasa dihargai dan mengenal harga dirinya. Sehingga jika dari rumah saja sudah tidak dianggap berharga, maka akan ke mana anak pergi mencarinya?
Comments
Anak pertama saya usianya mau 6 tahun dan lagi kritis banget. Sering banget dia merasa gak berharga dan terabaikan.huhu… sering banget nanya, apa mamah sayang teteh? Ternyata, emang penting banget anak tuh merasa ada dan keberadaannya penting bagi kita ya.
Selamat berpelukan dengan anak dan mengatakan bahwa dirinya sangat berharga. Luuuuv.
Aku pun setuju mak, anak-anak itu berharga sekali. Apalagi mereka hanya dititipkan lewat kita, bagaimana anak tumbuh itu juga tergantung rumahnya dulu terutama orangtuanya.. Tapi ya aku tuh juga merasakan beberapa teman anakku kalau ngomong suka seenaknya, karena aku suka mantau di chat grup kelasnya yang ada di aplikasi sekolahnya.
Kadang aku tak habis pikir, masih kelas 3 tapi bahasa teman-temannya tuh sudah advance banget. Jadi harus hati-hati banget nerangin ke anakku sendiri.
MashaAllaaa~
Barakallahu fiik, ka Aifa.
Anakku juga kerap dikatain temennya kalau baperan.
Huhuh, aku pikir awalnya B aja. Ternyata aku sendiri kalok dibilang “Baperan” yaa.. pundung loh…
Semoga dengan perkataan dan perbuatan kita di rumah sebagai orangtua, bisa membantu menguatkan anak-anak ketika bergaul di luar rumah dan bertemu dengan berbagai tipikal karakter anak.
Anakku sedih banget banget waktu dibilang gitu. Dia menumpahkan kekesalannya saat tiba di rumah sepulang sekolah. Cukup menjadi masa-masa yang berat buat kami saat itu. Alhamdulillah, sekarang sudah happy lagi :)
Huaaa aku ingin deh dibilang seperti Hammam hehehe. Insya Allah akan aku terapkan ke anak2. Makasih ya remindernya mak. Jawaban yg tepat sekali mak. Kalau di rumah nih, kakaknya pernah ngomong beban 😅 alhasil adek bertanyea2.. kudu dislepet nih akak memang #uppps. Jadi rindu anak2 yg lg sekolah nih.
Haha, semoga kakak sama adek akur-akur terus, yaaa. Iya nih, sama. Kangen juga sama anak yang lagi sekolah. Kenapa sekolahnya kok lama banget? LOL.
Setuju ya mom anak itu berharga. Apalagi saya single parent dengan 2 anak. Saat papanya meninggal si sulung usia 4,5 tahun (sekarang menjelang 27 th) dan si bungsu 18 bulan (sekarang menjelang 24 tahun) saya sangat sayang dengan mereka. Termasuk ketika nilai mereka tidak selalu bagus. Bagi saya anak adalah segalanya bukan prestasi anak yang segalanya
Sehat selalu ya Kak Dennise dan anak-anak. Keren banget bisa membersamai anak-anak sampai dewasa dengan penuh kasih sayang. Luuuv.
Aku bersyukur orang tuaku punya mindset kalau sudah berusaha yang terbaik, apapun hasilnya tetap “cukup” walau mungkin secara standar penilaian terasa kurang. Kalau memang masih harus remidi, lakukan juga dengan usaha terbaik. Nggak lantas membebani gitu Mak. Sangat menentramkan rasanya karena kadang diri kita merasa sedih berkelanjutan kalau tidak ada afirmasi kata2 seperti itu.
Alhamdulillah. Sebuah previlage :)
Karena sekarang kakiku sangatlah sakit dan sedang menjalani pengobatan, ku sungguh sungguh sayang kakiku yang sakit yang berharga ini, soon sembuh Amin
Ibu keren dan anak dengan daya ingatnya yang tinggi, sungguh kombinasi yang tepat
Cepat sembuh, Mbaaak.
Huaah.. Bismillaaahh, semoga aku makin bisa memperdalam pemahaman kalau anak-anak itu berharga kayak dirimu gini. Bisa nempel banget dan membangun nilai dirinya banget yaa, MasyaAllah
Aamiin. Insya Allah bisa ya, Mbak Isti.
Masyaallah, inspiring story mbak. Semoga bisa menjadi contoh buat ortu lainnya untuk bisa jadi lebih baik. Semangat terus berbagi kisah parenting
Terima kasih ya, Mbak Ruli.
Love banget buat parenting… Setuju banget y semua dimulai dari rumah
Rumah tempat anak pertama kali merasa dihargai dan mengenal harga dirinya.
Nilai bukan segala ya mba🫶
Yang penting bersungguh-sungguh saat berproses, ya, Mbak. Apa pun hasilnya, harus diapresiasi.
Masya Allah aku terharu bacanya… Hebat Eva walau masih muda tapi sungguh mature saat menerangkan ke Hamam. Semoga Hamam akan terkenang selalu percakapan berharga ini yaaa
Masya Allah, terima kasih sudah mampir ke blogku ya, Mak Tanti. Doakan aku bisa selalu membersamai anakku dengan penuh kasih sayang.
Untuk membuat orang lain berharga, mulainya dari diri sendiri dulu ya. Semoga aku pun bisa begitu. Karena setiap kita istimewa, berharga dengan caranya sendiri
Betul, Mbak.
Aku td antara kaget dan “lega” krn anak liatnya di YT, kirain ada temennya yang ngalamin dipukul kalau nilainya jelek huhu. tapi bahaya juga tu animasinya, apaan yaa.
Zaman sekarang kyknya makin banyak ortu yang menganut gentle parenting trus makin sadar sih ya kalau nilai bukan segalanya, yang penting anaknya punya sikap yg baik, sholeh, sholehah.
Pas aku cari lagi sudah nggak ada di history, karena dia nonton itu udah agak lama. Huhu. Tapi untungnya dia cerita ke aku, ya. Nggak menelan mentah-mentah cerita yang dia dapat itu.
Zaman sekarang sudah nggak gitu lagi sih ya para orang tua. Sudah pada pintar ngelola emosi dan menerapkan gaya pengasuhan yang baik, insya Allah.
Setuju, rumah itu adalah tempat anak pertama kali merasa dihargai dan mengenal harga dirinya.
Berawal dari rumah anak akan merasa berharga dan akhirnya lebih percaya diri.
PR banget selaku orang tua untuk membuat anaknya merasa berharga, yaa…
Insya Allah, kita pasti bisa ya, Mak. Semangaaat.
Aku pernah nonton, tapi lupa di mana. Seorang ayah yang selalu menerapkan ke putrinya bahwa sang putri berharga, setiap ada kesempatan selalu diminta putrinya berkaca dan mengucapkan itu…maka anaknya menjadi tumbuh berani dan mandiri. Aku pun terinspirasi dari itu selalu menerapkan ke anak-anak, hiks jadi mellow aku, maaak
Wah, film apa ini ya? Jadi pengin nonton filmnya.
Aaaah…pas banget sih mbak bahas jempol. Hari sabtu lalu jempol tangan kananku tercepit pintu mobiil sampa bengkak dan memar di bawah kuku. Awalnya kukira sepele eh ternyata kayak mengkhawatirkan, jd hari kedua kubawa ke RS. Sama dokter dikasih obat dan ga disarankan cabut kuku sih. Sekarang puji Tuhan sdh membaik.
Dan pas jempolku sakit banget itu, aku sempat ngobrol sama anakku : “nih “cuma” jempol ya kayaknya, tapi penting banget kan..Ini kerjaan bunda terganggu gara2 jempolnya sakit. ”
Dan si bocah mencoba beraktifita dengan tanpa menggunakan jempol…emang susaaaaah.
jempol aja seberharga itu..apalagi anak2 yang jauh lebih lengkap dibandingkan jempol.
Perkara jempol aja bisa bikin kita kerepotan bukan main ya, Mbak. Alhamdulillah gara-gara jempol jadi tahu betapa diri ini berharga.
Wah…bahaya juga ya konten yang ditonton oleh ananda, ada anak yang dipukul ortunya ketika nilainya jelek huhuhuu… sangat tidak mengedukasi euy yang bikin dan unggah konten tersebut. Insya Allah anak2 kita selalu dalam kasih sayang kita ya mbak, bagaimanapun juga anak kan titipan Allah yang harus dijaga baik2
Makanya, Mbak. Aku jadi lebih merhatiin juga tontonannya dia.
Iyaaa kita harus selalu menyampaikan ke anak kalau ia disayangi dan ia berharga yaa..kadang karena sibuk jadi lupa untuk memeluknya..makasih untuk artikelnya yang menyentuh hati say
Terima kasih juga sudah berkunjung ya, Mbak.
terima kasih sudah diingatkan, mbak. anak memang salah satu anugerah dari Allah yang selayaknya kita didik dan perlakukan dengan baik agar bisa tumbuh jadi anak yang baik juga yaa
Sama-sama, Mbak. Ini akan menjadi pengingat untuk diriku juga.
mbak, aku kok meleleh membaca ini mbak. langsung teringat anak-anakku, ingat aku kadang masih marah sama mereka.
Terima kasih mbak, telah menuliskan tentang ini. Jadi pengingat juga buat saya, bahwa semua anak-anak saya tuh sangat berharga