fbpx
pemberitaan ramah anak
Family & Parenting

Pemberitaan Ramah Anak di Media Elektronik dan Sosial

Dulu waktu nonton berita kriminal di televisi saya suka bingung, kenapa wajah pelakunya diburamkan? Namanya hanya disebutkan inisial dan suaranya pun disamarkan. Pikir saya kalau penonton tahu wajahnya, kita bisa berhati-hati saat bertemu orang ini sewaktu-waktu. Dia itu orang jahat! Tapi kemarin saya akhirnya tahu, mengapa identitas orang yang berhadapan dengan hukum harus disembunyikan. Apalagi jika pelaku tindak pidana ini masih di bawah umur atau yang korban dan saksinya adalah anak-anak. Ternyata itulah yang disebut pemberitaan ramah anak.

Jadi, gengs, beberapa hari yang lalu saya berangkat ke Bogor untuk mengikuti Bimtek atau Bimbingan Teknis tentang Pemantauan Pemberitaan Ramah Anak Bagi SDM Media Elektronik dan Sosial yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KPPPA RI). Karena berhubungan erat dengan Undang-undang Anak, isinya selalu mengacu pada pasal Undang-undang. Tapi ini seru banget, jadi menambah wawasan yang belum pernah saya sentuh sebelumnya.

Pemberitaan Ramah Anak
Acara ini menerapkan protokol kesehatan. Seluruh peserta, panitia dan pembicara wajib menggunakan masker dan menjaga jarak.

Seperti yang bisa kita lihat saat ini banyak sekali media online yang bermunculan. Sisi positifnya kita memiliki banyak pilihan dalam mengakses berita. Sementara sisi negatifnya adalah nggak semua media online ini mematuhi undang-undang pemberitaan terutama yang ramah anak.

That’s why, KPPPA menyelenggarakan acara ini untuk sosialisasi kepada peserta Bimtek yang terdiri dari para blogger dan teman-teman dari Radio Komunitas. Adapun yang menjadi highlight dalam acara ini adalah tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA).

And it’s now my turn to share it with you, seperti apa sih berita yang ramah anak? Dan bagaimana tindakan yang harus diambil jika kita menemukan berita-berita yang tidak ramah anak ini?

Anak di Mata Undang-undang

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 28 UUD 1945

Pasal di atas adalah naskah asli Undang-undang Dasar 1945 yang tidak memuat sama sekali sanksi apabila terjadi pelanggaran. Seiring berjalan waktu, UUD mengalami perubahan sebanyak 4 kali. Pada amandemen kedua tahun 2000 terdapat perubahan dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri dari Pasal 28A sampai 28J yang kemudian turun menjadi UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Atas dasar inilah dibuat Undang-undang SPPA.

Menurut Kode Etik Jurnalistik, Anak adalah mereka yang belum berusia 16 tahun dan belum menikah. Ini mengacu pada Pasal 45 KUHP (Undang-undang lama yang mengatakan bahwa usia 16 tahun sudah dewasa).

Kemudian dalam SPPA dijelaskan “Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana”(Pasal 1 angka 3 UU SPPA). Sementara Anak yang belum berusia 12 tahun meski hanya kurang sehari, maka tidak bisa diproses hukum. 

SPPA sendiri merupakan keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana (pasal 1 angka 1 UU SPPA).

pemberitaan ramah anak

Saat ini wartawan Indonesia hanya mengenal jenis pertama yaitu Anak yang berkonflik. Anak korban dan saksi sama sekali tidak dilindungi oleh Kode Etik Jurnalistik. Inilah yang menjadi alasan Dewan Pers (bekerja sama dengan Kemen PPPA) merumuskan PPRA (Pedoman Pemberitaan Ramah Anak), yaitu koreksi dari pasal 5 Kode Etik Jurnalistik.

Sampai di sini semoga kalian nggak pusing, ya, bacanya. Bagi yang nggak ngerti sama pasal-pasalnya, you may skip it. Yang penting bisa dipahami apa definisi “Anak berhadapan dengan hukum” menurut Undang-undang, supaya bisa lanjut ke pembahasan selanjutnya.

pemberitaan ramah anak
Kuliah hukum bersama Bapak Kamsul Hasan, Ketua PWI Pusat

Materi penting ini disampaikan oleh Bapak Kamsul Hasan selaku Ketua Komisi Kompetensi PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat. Penyampaian materinya cukup jelas bahkan bagi orang awam seperti saya. Rasanya beneran kayak lagi kuliah hukum, gengs!

Hak Anak yang Harus Dilindungi

Sepertiga populasi Indonesia adalah anak-anak yang merupakan investasi SDM dan tongkat estafet penerus masa depan. Menurut Ratifikasi Konvensi Hak Anak berdasarkan Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990, Anak memiliki hak untuk hidup, bertumbuh kembang, berpartisipasi dan dilindungi.

Anak yang memerlukan perlindungan khusus di antaranya adalah Anak dalam situasi darurat, Anak berhadapan dengan hukum, Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual dan masih banyak lagi. Kemudian dalam pemberitaan, Anak bisa menjadi objek (sumber berita), bisa juga menjadi subjek (penerima berita). Sebagai objek, hak Anak harus dilindungi adalah terhindar dari publikasi identitasnya.

Mengapa identitas Anak berhadapan dengan hukum tidak boleh dibuka dalam media? Alasannya adalah karena Anak-anak masih memiliki masa depan yang panjang. Jika identitasnya dibuka sekarang, bisa berdampak buruk bagi kehidupannya ketika dewasa kelak. Misalnya seseorang yang memiliki karir bagus tetapi karena terbuka berita pidana belasan tahun silam maka besar kemungkinan karirnya akan terhambat. Padahal semua orang memiliki kesempatan yang sama dalam dunia kerja.

Alasan lainnya adalah untuk menghindari trauma bagi lingkungan sekitarnya. Apabila ada korban kejahatan yang usia masih anak-anak tentunya bisa menjadi kejadian yang traumatis bagi anak-anak sebaya yang tinggal di dekat rumahnya, juga teman-teman sekolanya. Menutup identitas Anak juga merupakan upaya pencegahan dari penyebaran aib bagi keluarganya.

pemberitaan ramah anak

Dari sisi Anak sebagai subjek atau penerima berita, sudah selayaknya media menyajikan informasi positif yang bermanfaat bagi tumbuh kembang dan perlindungan Anak baik dalam bentuk berita maupun hiburan. Tidak menayangkan konten yang tidak sesuai dengan usia dan kematangannya, seperti berbau kejahatan, penipuan, perjudian dan mistis pada jam tayang anak dan remaja.

Dalam hal ini peran serta keluarga sangat penting bagi anak-anak. Kehadiran orang tua dalam keseharian Anak apalagi sekarang sedang dijalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), menjadi sangat berarti bagi Anak. Untuk itu orang tua perlu melakukan pendekatan terhadap Anak, dengan cara menyediakan buku-buku bacaan Anak, menjalin komunikasi yang baik dengan Anak, selalu terbuka dan menerima pendapat Anak.

Bapak Drs. Dermawan, M. Si selaku Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA mengatakan, “Pada dasarnya perlindungan anak-anak adalah kewajiban kita bersama. Karena ini berdampak pada pergaulan internasional Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Hal ini harus dijaga agar Indonesia menjadi negara yang telah berupaya dalam perlindungan anak di mata PBB.”

pemberitaan ramah anak
Bapak Drs. Dermawan, M. Si Sekretaris Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA

Identitas Anak yang Tidak Boleh Dipublikasikan

Sebagai blogger atau content creator, mungkin sesekali kita ingin menulis artikel atau posting foto dari sudut pandang human interest yang melibatkan anak-anak. Misalnya saya sempat ingin menulis tentang pertunjukan Ondel-ondel keliling yang dilakukan oleh anak-anak di bawah umur. Tapi masih maju mundur, apakah tulisan tersebut layak di-posting? Bagaimana dengan penayangan gambarnya?

Bapak Yosep Adi Prasetyo atau yang lebih dikenal dengan panggilan Bapak Stanley sebagai Anggota Dewan Pers memberikan edukasi bagaimana seharusnya kita menayangkan konten yang berisi foto anak dan informasi apa yang boleh dan tidak boleh di-publish.

pemberitaan ramah anak
Bapak Yosep Adi mengesahkan Pedoman Pemberitaan Ramah Anak ketika menjabat sebagai Ketua Dewan Pers tahun 2019

Untuk foto-foto human interest sebenarnya diperbolehkan untuk di-publish wajah anak. Selama telah mendapatkan izin dari yang bersangkutan, dan tidak berpotensi ekploitasi. Contohnya anak yang sedang berkejaran dengan hewan peliharaannya di pinggir pantai. Konten ini tidak mengandung pelanggaran hukum dan tidak berpotensi ekploitasi. Jadi aman untuk diposting.

Nah, kalau fotonya tentang pertunjukan Ondel-ondel, pengemis anak, anak yang merokok, sebaiknya mengambil gambar dari sisi samping atau belakang. Jika gambar dari depan maka sebaiknya ditutup atau blur bagian wajah. Karena konten ini bisa menimbulkan eksploitasi.

Berikut adalah identitas yang tidak boleh dan yang boleh dipublikasikan dalam pemberitaan media.

pemberitaan ramah anak

Sanksi untuk Media yang Melakukan Pelanggaran Pemberitaan Ramah Anak

Agar pemberitaan ramah Anak bisa berjalan sesuai dengan Undang-undang, maka sanksi pun diberlakukan bagi media yang melakukan pelanggaran. Berikut adalah sanksinya.

pemberitaan ramah anak

Dan peran serta masyarakat sangat diharapkan untuk mewujudkan pemberitaan ramah Anak. Apabila menemukan berita yang tidak sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Anak dan Sistem Peradilan Pidana Anak kita bisa melaporkannya kepada Dewan Pers.

Caranya, buka website www.dewanpers.or.id kemudian klik menu Pengaduan, pilih Form Pengaduan. Download Form Pengaduan dan isi form-nya dengan berita yang ingin dilaporkan. Form pengaduan dikirmkan ke Dewan Pers di alamat Gedung Dewan Pers Lantai 7-8
Jl. Kebon Sirih No.32-34 Jakarta 10110 atau bisa juga dikirim melalui email ke sekretariat@dewanpers.or.id.

Pelaporan terhadap media online pernah dilakukan oleh Bapak Amy Mubinoto yang juga hadir dalam acara Bimtek ini. Ketika itu ada pemberitaan anak SMA tawuran yang disebutkan identitas serta nama sekolahnya. Kemudian pengaduan diteruskan kepada media yang bersangkutan dan akhirnya direvisi. Menurut Bapak Kamsul Hasan, sampai saat ini belum banyak masyarakat yang melaporkan seperti Bapak Amy.

Semoga dengan peran serta kita memantau pemberitaan media, informasi yang ditayangkan bisa sesuai dengan harapan, yaitu melindungi hak Anak. So, mulai sekarang yuk, gengs, kita lebih bijak lagi dalam memposting foto dan menulis artikel jika terkait dengan hak-hak Anak.

bimtek kpppa 2020

Terima kasih sudah membaca blog ini ya, gengs.

Baca juga : Luka Pengasuhan atau Inner Child Negatif

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Comments

November 30, 2020 at 1:07 pm

Gara-gara Bimtek kemarin, aku juga jadi lebih tahu Mba Ef ttg pengambilan photo “Human Interest” . Intinya sekarang mah harus lebih hati2 dalam mengambil gambar mereka. Terimakasih sudah berbagi di sini Mba Ef ;)



November 30, 2020 at 1:15 pm

Insight baru buatku ternyata bisa ya pengaduan tentang pemberitaan yang tidak ramah hak anak. Noted
Setuju jika, semoga dengan peran serta kita memantau pemberitaan media, informasi yang ditayangkan bisa sesuai dengan harapan, yaitu melindungi hak Anak. Jadi mesti lebih bijak lagi dalam memposting foto dan menulis artikel jika terkait dengan hak-hak Anak nih nanti



November 30, 2020 at 1:31 pm

Aku juga baru tahu mba efa, akhir’ ini ternyata yang kita lihat di TV dulu” itu kenapa ya wajah korban itu di blurkan dan suaranya diganti ternyata itu bentuk menyembunyikan identias si anak yah.



    November 30, 2020 at 3:30 pm

    Iya, ya. Dulu sama sekali nggak ngerti kenapa diburamkan gitu. Dan kriterianya apa pelaku yang diburamkan. Soalnya ada juga yang nggak diburamkan. Akhirnya sekarang sudah jelas ya, Masyop!



November 30, 2020 at 4:45 pm

Aku suka lihat anak-anak pengamen di perempatan. banyak yang masih usia SD (dilihat dari fisiknya ya) . Suka sedih lihat beginian. Mau ngasih ga ngasih dilema. Biasanya ada ortunya yang jadi ‘penadah’. Sempet kepikirin buat foto posting di sosmed soal mereka tapi untung ga sampai aku lakukan. Thank’s for reminder ya Mak



    December 1, 2020 at 9:11 pm

    Alhamdulillah belum sempat posting ya, Mak. Kalau mau posting paling ya cari angle dari sisi samping atau belakang. Pokoknya jangan sampai kelihatan wajahnya. Anak ini kan bisa jadi masih sekolah, nanti bisa jadi aib kalau ada teman-temannya lihat postingan Mak Efi.



November 30, 2020 at 8:48 pm

Wah, tulisannya bagus mbak. Bikin saya jadi ngeh gimana ‘anak di hadapan hukum’. Apalagi terkait pemberitaan yang ramah anak di media, tentunya wajib dipahami nih. Di satu sisi, kalo si anak sebagai korban maupun sebagai pelaku kriminal, identitasnya bisa terlindungi demi perkembangan dia hingga ke masa depan nanti.



December 1, 2020 at 10:12 am

Khusus anak berhadapan dengan hukum baik sebagai korban banyak yang gak ngeh. Padahal sejak sekira 6 tahun lalu ada yang menyuarakannya. Memang masih perlu banyak edukasi.

Tapi kalau pelaku orang dewasa dan keterlaluan, misalnya residivis sadis, mending disebarluaskan deh wajahnya. 😅



December 1, 2020 at 3:27 pm

Kadang kita suka ga sadar klo ada hak anak2 yg harus kita lindungi saat bermain media sosial terkait anak…
Klo anak2 masih icikw sih mrk gak gimana2…saat mrk udah besaran dikit terus remaja mrk udah mukai bs protes dan keberatan.
Sy jadi catatan kt sbg ortu utk minta izin jg sm mrk



December 1, 2020 at 9:01 pm

Wah jadi tau lebih mendalam lagi tentang memublikasikan tentang anak. Gimana kalau yang memublikasikan adalah pihak sekolah anak? Misalnya di sosmed sekolah mengumumkan anak kita sebagai oemenang bla bla bla dengan publish nama dan sekolah anak. Apakah berbahaya juga



    December 1, 2020 at 9:06 pm

    Kalau ini nggak apa-apa, Mbak. Selama bukan yang berhadapan dengan hukum, maka mempublikasikan identitas anak bukan termasuk pelanggaran. Tapi tetap harus hati-hati juga, kalau data-data pribadi sebaiknya jangan dishare. Misalnya foto halaman depan rapor anak, KTP anak, akta lahir dan lain-lain.



December 2, 2020 at 10:42 am

Anak-anak punya hak untuk dilindungi, bukan hanya tanggung jawab orang tua, tapi tanggung jawab masyarakat juga ya, termasuk kita…

Identitas penting anak wajib kita lindungi, jangan kelepasan share data-data penting yang mendetail



December 2, 2020 at 12:01 pm

Halo mba. Senang deh ada penulisan seperti ini. Jadi satu sisi juga semakin tersosialisasikan tentang pemberitaan anak. Identitas korban tuh yang sering dibuka



    December 2, 2020 at 1:48 pm

    Kadang korbannya malah diwawancara habis-habisan, diundang ke stasiun televisi tanpa melindungi identitasnya sama sekali. Padahal pelakunya belum tertangkap, lho. Bisa-bisa nanti terjadi kejahatan berulang.



December 2, 2020 at 1:00 pm

Beberapa tahun lalu pernah nih ada salah satu fanpage yang upload foto seorang anak perempuan yang berfoto kurang pantas bersama teman-teman laki-lakinya. Saya mengingatkan supaya wajah dan identitas sekolah yang terlihat jelas di seragam diblur dulu. Tetapi, yang terjadi malah saya rame-rame dibully.

Saya dianggap mendukung perilaku anak tersebut. Padahal saya juga sedih lihat kelakukan anak-anak tersebut. Tetapi, biar bagaimana mereka masih punya masa depan. Masih banyak kesempatan untuk sadar.

Kalau mau bahas ya tentang perilakunya. Tetapi, kalau wajah dan identitas sekolahnya udah tersebar kan kasihan



December 2, 2020 at 3:35 pm

Sebagai cintent creator, terkadang kita suka gak sadar ya, konten yang kita karyakan itu bisa membahayakan anak dari sisi hukum. Apalagi kalo menyangkut soal identitas anak ya, seperti sekolah, alamat rumah, dsb. Mumpung belum terlambat, kita sbg orangtua kudu aware soal ini ya.



December 2, 2020 at 5:08 pm

Nah, iya kadang heran yang jadi korban malah dibuka identitasnya, sedang pelaku kejahatan disembunyikan identitasnya. Padahal korban juga harus dilindungi identitasnya. Apalagi kalau masih anak-anak yang masa depannya masih panjang..



December 2, 2020 at 5:56 pm

memang kita harus perhatikan banget berbagai pemberitaan yang ada saat ini karena mempengaruhi mental anak – anak juga



December 2, 2020 at 6:27 pm

Suka miris baca media sekarang kalau menyangkut anak-anak, misalnya soal pelecehan. Anaknya sih tidak difoto dan identitasnya disembunyikan. Tapi, tetangga-tetangganya, foto rumah dan alamatnya biasa dimunculkan, ujung-ujungnya ketahuan juga dong identitas anak. Semoga makin banyak jurnalis, wartawan atau apapun itu namanya semakin tahu cara memberitakan anak.



December 2, 2020 at 9:00 pm

Iya ya, kasian juga kalau masa depan anak itu jadi terhambat hanya karena pemberitaan tentang dirinya di masa lalu. Semoga semua content creator bisa sadar dengan hal ini. Eh ga cuma content creator aja sih, semoga semua masyarakat paham akan hal ini.



ira gs
December 2, 2020 at 9:12 pm

yupp.. suka miris melihat pemberitaan tentang anak. dan masih suka gemes lihat rendahny sensitivitas masyarakat, penegak hukum dan sebagian insan pers sendiri soal ini. Demi klik, dan mungkin karena menganggap biasa saja, sering tergoda ekspos berlebih..



December 2, 2020 at 9:18 pm

Kadang media udah menutupi eh nitijen medsos dengan segala insting detektipnya membuka.
Kasian ya anak2 ini, baik korban maupun pelaku mereka punya masa depan yang masih sangat panjang.
Setuju hukuman tegas buat media kalau buka data/ profil si anak yang terlibat dlm pemberitaan apapun



December 2, 2020 at 9:54 pm

Awal tugas daring, aku protes dengan pihak sekolah karena tugas wajin di share di medsos, mana harus ada info sekolahnya juga. Alhamdulillah sudah enggak lagi. Melindungi hak-hak anak di media sosial itu sangat diperlukan ya



December 2, 2020 at 10:13 pm

Bener banget ini. Identitas korban hrs disembunyikan ya mba. Sy jd inget kisah rey itu. Mantep banget media disana sangat menghormati korban ya. Tp jg sekaligus bertanya2 kalau kekuatan sosial media lebih kuat gmn jadinya. Krn sering bgt media udah nyembunyiin. Eh, di sosmed udah nyebar lengkap dgn foto korban tanpa blur.



December 2, 2020 at 10:15 pm

Berkat sosial media, anak-anak bayi pun sudah gak punya privasi lagi.
Tapi gak nyalahin juga selama orangtua nya bijak dalam bersosial media.
Banyak kasus yang melibatkan anak-anak ini selalu membuatku miris sedih.



December 2, 2020 at 11:01 pm

Postingan ini mengingatkan saya pada sebuah berita tentang anak klepto, yang diblur wajahnya, tapi orang-orang yang foto dengannya tampak jelas. menurut saya ini pelanggaran juga.
Selama ini kalau mau posting tentang anak, saya filter dulu. Kalau sudah SD, saya tunggu izin. Yang jelas tidak menceritakan tentang kejelekannya, atau kelucuan yang bisa menyinggung orang lain



December 2, 2020 at 11:02 pm

Sosialisai seperti ini nih penting banget untuk kita ketahui. Gak hanya tentang identitas anak yang berhadapan dengan hukum. Kadang saya pribadi suka gemas sendiri kalau udah tahun ajaran baru..heuheuehu..itu identitas anak gampang banget diakses, dan yang buka infonya ya ortunya sendiri :( itu kan bahaya banget. (hehehe, agak OOT, tapi gak papa yaa)



December 3, 2020 at 12:08 am

Terkadang demi sensasi ada saja yang memberitakan secara membabi buta tanpa memperhatikan kepentingan anak yang harus dilindungi. Semoga ke depannya sudah makin teredukasi ya para pembuat berita tentang hak anak yang bermasalah di ranah hukum tadi.



December 3, 2020 at 4:27 am

Makasih sharingnya mbak… Jadi lebih aware nih dengan perlindungan identitas anak… Ternyata ada jalur pengaduan juga ya ke dewan pers…



December 4, 2020 at 3:19 pm

Membuka identitas anak itu ada aturannya ya Mbak . Apalagi buat mereka yg punya masalah hukum . Sekarang ini hampir gak ada privacy. Kalau dulu media cetak paakai nama inisial dan mata ditutup.

Sekarang nama lengkap,identitas, alamat sekolah, alamat rumah dan akun si anak gak ada privacy lagi dari media online.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *