Jangan Takut untuk Pindah ke Lingkungan Baru
Assalamu’alaikum, Buibu. Sudah beberapa kali posting blog saya ada sebutin kan, ya, kalau sekarang saya sudah pindah rumah. Sejak bulan Juli yang lalu saya officially sudah jadi Buibu Komplek. LOL.
Niat hati kalau sudah agak senggang mau cerita di blog. Tapi kenyataannya butuh beberapa waktu untuk menyesuaikan diri dengan rutinitas dan aktivitas di lingkungan baru ini. Lalu jadi makin tertunda karena pertengahan Agustus kemarin Hammam sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Seminggu kemudian saya pun menyusul sakit. Mungkin karena kelelahan setelah beberapa hari mengurus Hammam di rumah sakit, terlambat makan dan banyak faktor lainnya. Huhu.
Selama beberapa hari saya sakit itu rasanya sedih banget, Ya Allah. Susah deh kalau pas jadwalnya jemput anak sekolah, nggak ada yang bisa dimintain tolong. Bahkan kalau pesan ojek online untuk mengantar bekal makan siang Hammam pun, rasanya energi saya nggak cukup buat jalan ke depan rumah.
Sebenarnya ada Kakak Ipar kalau saya butuh bantuan. Eh, pas banget saya lagi mau minta tolong jemput Hammam di sekolah, terdengar dari sini kedua anaknya yang masih kecil-kecil, sedang menangis saling bersahutan entah karena apa. Sang Ibu pun terdengar sangat kerepotan. Akhirnya saya mengurungkan niat tersebut dan memaksakan diri untuk menjemput Hammam.
Ooh, begini rasanya kalau jauh dari keluarga, ya. Kayak ada pahit-pahitnya.
Tapi, Pindah ke Lingkungan Baru Tak Semengerikan Itu
Entah mengapa “Pindah Rumah” bagi saya seperti mengandung arti sepi. Mungkin karena saya terlahir di tengah keluarga besar, terbiasa “hidup ramai-ramai”. Sehingga saat memikirkannya akan membuat saya tertekan. Mungkin saya takut dengan yang namanya perubahan, atau saya takut jika harus berpisah dengan keluarga besar saya.
Jadi, saya menggantinya dengan “Pindah ke Lingkungan Baru”. Kayaknya lebih memiliki makna penuh harapan, gitu. Memang benar, sih, saya sungguh berharap banyak dengan pindahnya keluarga kecil kami ke lingkungan yang sekarang. Ingin lebih fokus dengan keluarga, sekolah yang lebih baik untuk Hammam dan hidup dengan privasi yang lebih terjaga. Satu lagi, ingin lebih sehat jiwa raga.
Dua bulan lebih tinggal di sini, banyak yang berubah. Saya ceritain beberapa, yaaa…
Dengan dapur yang lebih luas dan rapi, menjadikan kegiatan memasak menjadi lebih menyenangkan. Sebenarnya dapur saya yang dulu pun nggak terlalu kecil, tapi karena banyak barang-barang dapurnya jadi sempit. Sudah gitu nggak bisa taruh kulkas dan mesin cuci. Jadi kebayang ya kalau lagi masak nyambi nyuci itu bolak baliknya bikin capek, kadang masakan jadi gosong atau cucian yang terlupakan. Posisi kulkas yang bukan di dapur juga cukup merepotkan ketika harus mengambil bahan-bahan makanan. Bikin nggak mood untuk masak.
Kalau dulu suka cuek soal masak, mau yang praktis aja beli di luar kalau lagi capek. Sekarang nggak bisa begitu. Soalnya Hammam harus bawa bekal ke sekolah. Terus sekalian lah suami juga kasih bekal biar nggak perlu jajan hehe.
Anak sekolah full dan positive vibes di lingkungan baru. Saya bisa punya waktu untuk melakukan yang saya suka atau inginkan. Baca buku, menata rumah, nonton drama, senam Yoga, atau bersepeda pagi sambil mendengarkan musik. Kadang saya membuat kue atau sekadar bersantai dengan mewarnai gambar. Dan saya sempatkan untuk menulis setiap hari, meski hanya beberapa paragraf.
Beribadah lebih khusyuk di kamar ber-AC. Maaf ya kalau norak, karena rumah saya yang lama nggak ada AC. Hahaha. Di rumah yang sekarang AC hanya ada di kamar Hammam, karena dulu papa mertua yang pasang. Jadilah kalau waktu zuhur dan ashar saya menumpang sholat di kamar Hammam. Ternyata sholat di kamar yang adem itu lebih khusyuk, lho. Dan nggak buru-buru habis salam langsung lipat sajadah. Haha.
Oh ya, mushollah di sini juga dekat sekali dengan rumah. Jadi Hammam semangat untuk sholat berjamaah di waktu maghrib atau isya. Mumpung Papi Hammam bisa tiba di rumah lebih awal karena jarak kantornya lebih dekat dari sini.
Komunikasi dengan Kakak-kakak. Karena dulu tinggalnya berdampingan, kayak sudah sama-sama tahu lah, saya sehat, dia juga sehat. That’s it. Sekarang jadi berkirim pesan, saling telepon, video call. Beneran yah, ditanyain kabar sama kakak sendiri tuh rasanya gembira banget. Apalagi kalau dia bilang kangen sama kita, ya ampun rasanya kayak mau buru-buru ketemu. Insya Allah hubungan kami akan menjadi lebih sweet.
Banyak lagi perubahan yang kami alami, tapi kira-kira empat hal di atas adalah yang paling mendekati harapan-harapan saya akan kehidupan di lingkungan baru.
Persiapan Pindah Rumah
Pindah rumah itu persiapannya seperti apa? Apakah repot, bikin pusing, butuh banyak biaya? Berikut saya share menurut pengalaman pribadi, ya. Diawali dengan pemberitahuan kepada orang terdekat. Saya nggak langsung mengabari semua keluarga besar, karena takut nanti banyak pro kontra atau pendapat-pendapat yang menimbulkan keraguan.
Kemudian…
Pindah alamat dan pindah sekolah. Karena di KTP dari dulu sudah beralamat di rumah yang sekarang, jadi ini cukup meringankan, sih. Kalau Buibu masih pakai alamat lama di KTP-nya, berarti harus mengurusnya mulai dari tingkat RT, RW, Kelurahan sampai Kecamatan. Sementara itu, kami langsung mengurus untuk kepindahan sekolah Hammam. Alhamdulillah proses pindah sekolah sudah selesai sebelum kami benar-benar pindah rumah.
Baca juga : Prosedur Pindah Sekolah Kota Tangerang, Mudah, Cepat dan Gratis
Rumah yang siap ditempati. Tentu saja rumahnya harus sudah siap dulu, ya. Kalau nggak nanti gimana mau tinggal kalau rumahnya belum beres? Persiapan saya waktu itu adalah mengecat dinding, perbaikan atap yang bocor dan lantai kamar mandi yang rembes, mengganti sink cuci piring dan pasang partisi. Karena sebenarnya ini bukan rumah baru, melainkan rumah mertua yang diminta untuk dijaga sama saya bersama suami dan juga kakaknya suami. Makanya kami pasang partisi untuk memisahkan kedua keluarga kecil ini.
Mencari tukang untuk mengecek keadaan rumah. Karena nggak berpengalaman dalam hal pertukangan, kami pun menyewa jasa tukang untuk mengatasi masalah-masalah yang tadi saya sebutkan di atas. Tukangnya adalah tetangga saya di rumah lama, namanya Pak Harjo. Soalnya dia kerjanya rapi, cepat dan orangnya dapat dipercaya. Beliau juga membantu bongkar pasang lemari dan tempat tidur, banyak kasih masukan soal pindah rumah dan mengangkut barang-barang.
Mencari jasa pindah rumah untuk mengangkut barang-barang. Atas rekomendasi dari Pak Harjo, saya mendapatkan jasa angkut barang yang harganya terjangkau. Alhamdulillah para pekerjanya cekatan banget dan proses pemindahan barang dilakukan dengan cepat sekali. Jam 10 pagi mulai mengangkut barang ke mobil, jam 1 siang barang sudah masuk ke rumah yang sekarang. Haha.
Berpamitan. Nah, ini. Ternyata dalam proses pindahan yang paling berat itu bukan mengangkut barang-barang segala rupa. Tapi pamitannya yang berat banget. H-1 saya pamit kepada Ibu dengan ziarah ke makamnya sekalian bersih-bersih dan memotong rumput yang mulai tinggi.
Sebelum berangkat saya dan suami keliling ke rumah saudara-saudara untuk berpamitan dan minta didoakan. Tiap kali bertemu paman atau bibi saya, langsung lah saya nangiiiiis. Mana adiknya almarhumah Ibu tuh banyaaak banget. Mereka juga sedih soalnya mereka kan ikut mengasuh saya juga dulu semasa saya kecil. Belum lagi pamitan sama kakak-kakak. Jangan tanya deh suasananya kayak apa. Benar-benar berurai air mata.
Pindah dan kenalan dengan tetangga baru. Alhamdulillah proses pindahan selesai. Jangan lupa lapor Pak RT dan sapa-sapa juga tetangga barunya. Ini suami saya menunda-nunda terus untuk mengabari Pak RT, saya kan jadi nggak enak ya serasa kayak warga gelap. LOL. Tapi lalu di lapangan dekat rumah ada acara kumpul warga gitu, kami datang dong, ya. Warga pun dibuat heboh karena… “Oooh, sekarang kalian tinggal di sini?” kemarin-kemarin dikiranya kami lagi menginap di rumah mertua. Hahaha.
Pindahan rumah sebaiknya sih mengadakan syukuran, ya. Waktu itu kami hanya bikin pengajian kecil sama kakak-kakak dan keponakan saja.
Biaya Pindah Rumah
Kami menyewa 2 unit mobil pickup untuk mengangkut barang sekali jalan. Begitu barang tiba, mereka sekalian mengangkut barang-barang di sini yang sudah nggak terpakai. Biayanya semua jadi Rp 1 juta. Kemudian biaya tukang meliputi perbaikan dan pembelian material (borongan), mengecat, bongkar pasang furniture, sekitar Rp 2,5 juta.
Soal pembelian perabotan, hanya sebatas melengkapi yang nggak ada di rumah. Seperti rak piring, selang air, steker listrik, alat kebersihan dan lain-lain.
Jangan Takut Pindah Rumah
Dahulu, yang namanya pindah rumah adalah sesuatu yang paling saya takuti. Kemudian suami ngajak pindah, dengan alasan ingin menjaga rumah orang tuanya (karena mama dan papa mertua sudah pindah ke kampung halaman). Saya kan jadi shock, ya, kok disuruh jaga rumah, sih? Apa saya nanti harus merawat rumah terus? Beberes terus?
Tapi pada akhirnya saya bersyukur, dikasih kepercayaan untuk menempati, menjaga dan merawat rumah ini, selayaknya rumah sendiri. Banyak hal-hal positif yang saya temukan. Ternyata udara di sini lebih bersih karena masih banyak pohon dan cukup jauh dengan jalan raya.
Lingkungannya enak kalau mau olahraga lari atau bersepeda, sambil sapa-sapa tetangga. Warganya pun rajin olahraga, padahal sudah pada lansia. Jadi, masa iya yang muda-muda nggak mau olahraga juga, kan? Hammam pun kalau mau main sepeda bisa puas banget mengelilingi lapangan voli yang bisa terlihat dari teras rumah, jadi gampang kalau mau mengawasi.
Lalu, masih sedih nggak nih ninggalin keluarga besar? Insya Allah sudah sama-sama ikhlas. Saya sadar bahwa yang paling penting sekarang bukanlah di mana. Melainkan bersama siapa saya tinggal. Keluarga besar sudah berperan banyak untuk hidup saya dan saya berterima kasih sekali. Tetapi rasanya saya nggak perlu terlalu berat meninggalkan mereka yang juga memiliki keluarga intinya masing-masing.
Mohon do’anya, agar harapan-harapan kami bisa terwujud di lingkungan yang baru ini. Saya pun mendo’akan Buibu sekalian sehat dan bahagia selalu di mana pun Buibu dan keluarga berada. Aamiin.
Baca juga : Resep Semur Lidah Sapi, Praktis Tapi Rasanya Tetap Lezat
Comments
Pindah rumah itu antara excited dan was-was, suka over thinking heuheu ternyata malah asik di lingkungan baru . Sy merasakannya , 3 kali ngontrak di tempet berbeda kota mash jabodeta sih, dua kali pindah rumah sendiri karena salah satunya dijual. Asik dapurnya luas jadi rajin masak donk hehehe
Niat hati ingin pindah rumah tapi ke komplek perumahan yang udah diincar sama suami, mbak. Tapi semakin kesini malah bingung nentuin perumahan mana yang cocok. Membaca pengalaman Mbak saat pindahan rumah jadi termotivasi punya rumah sendiri dan bisa mengatur isi di dalamnya,. Semoga hal positif selalu mengiringi setiap harinya Mba dan keluarga di rumah baru, ya
Amiin3x selamat menempati lingkungan baru ya mammm…Insya Allah happy karena tinggal bersama keluarga kecil tercinta. Bebas sesukanya tanpa ada orang lain spt kakak adik ortu.
Dari dulu cita2 saya menikah langsung cabut dr rumah, mandiri meski ngekos krn sensasinya berbeda Alhamdulillah kabul sampai skrg.
Sekali lagi selamat ya maamm…
Betul, Mbak. Pindah rumah selalu ada sisi positifnya.
Kalau saya mbak, pindah rumah itu melelahkan huhuhu barang-barangnya banyak, terus butuh energi lebih untuk menata kembali di rumah baru. Yang pasti, nano-nano dah rasanya. Mesti menyesuaikan kondisi tempat baru juga. Semangaaat ya mbak, semoga di tempat baru penuh berkah. Amin
Aku waktu pindah nggak bawa banyak barang. Alhamdulillah beres dalam 3 hari hehe.
Semoga makin kerasan di lingkungan baru yaaa… dulu saat pertama kali merasakan situasi begini, rasanya memang berat. Udah biasa tinggal berdekatan dengan saudara, tau2 harus adaptasi dengan banyak orang baru.
Kalau sekarang malah pengin berganti suasana, punya tetangga baru gitu. Senang aja berkenalan dengan orang2 baru.
Aku jadi ingat Sophia Tatjuba yang sering pindah-pindah rumah karena mudah bosan, katanya.
Aku ngalami nyaris semuanya saat pindahan dan anak masih sekolah SD. Beruntung pindahannya deket rumah ibu, meski aku dan suami sepakat tidak pindah alamat dulu karena saat itu masih berhubungan dengan keberangkatan haji. Ntar ribet deh kalo pindah alamat, jadi ngurus KTP setelah berangkat haji
Jadi setelah berangkat Haji baru akan ngurus pindah alamat, yaa. Bener juga sih, biar nggak ribet.
Waaa, selamat ya, Mak.. Semoga lingkungan barunya membawa energi baru juga. Aamiin aamiin Yaa Rabbal’Aalamiin.
Aku setuju, pindahan itu yang berat adalah saat pamitannya. Aku mengalaminya 12 tahun lalu saat pindah dari Bogor ke Solo untuk ikut suami. Waaa, nangis banget itu…
Ya kaaan, Maaak. Nangis banget pasti lah.
Terkadang, saat harus pindah ke lingkungan baru, kita suka ragu dan takut ya mbak
Sebenarnya mungkin bukan takut, tapi malas untuk adaptasi lagi
Iyes. Keraguan harus segera ditepis. Karena pindah rumah adalah keputusan penting.
MashaAllah~
Alhamdulillah wa syukurillah karena pindah rumah sendiri dan bisa lebih berekspresi di rumah baru.
Semoga keluarga semua sehat, bahagia dan mendapat lebih banyak keberkahan.
Abis ini tinggal ikut arisan, kumpul bareng warga RT, ikutan rapat, hehehe…sibuq~
Alhamdulillah.
Aamiin, makasih do’anya Kak Lendy. Luuuvvv..
Aku sejak kecil udah jadi perantau, Mbak.. Bahkan sejak masih dalam kandungan. Ribetnya masya Allah pas mau pindahan (karena packingnya yg kayak bawa serumah diangkut semua). Tapi lingkungan baru, insya Allah vibenya baru, auranya baru, dan teman-temannya baru juga.
oalaaaaah pantesan kemaren bilang pindah rumah ini berarti ya
bismillah ya semoga lancar di sana mak. rumah baru bawa rejeki banyak bismillah ya