Mari Kita Bicara, Sampai Stasiun Akhir
Plesiran ke Bogor beberapa waktu lalu seperti biasanya kami bertiga pergi naik kereta. Moda transportasi umum favoritnya Hammam. Hari itu kereta cukup sepi dan kami langsung mendapatkan tempat duduk. Cerita berikutnya adalah selama perjalanan Hammam terus ngajakin ngobrol dan banyak bertanya. “Loh, kok enggak ada tivinya?” Tanya bocah itu, ketika menyadari bahwa tidak ada display iklan di dalam gerbong kereta. Lalu berkomentar tentang apa saja yang dilihatnya. Sampai-sampai penumpang yang mengantuk pun dibahas sama dia. LOL.
Banyak orang yang memperhatikan kami, mungkin Hammam dianggap berisik atau cerewet? Bisa jadi. Tapi saya santai, sih. Malah dalam hati saya bilang “Hammam, mari kita bicara sampai stasiun akhir.” Karena proses Hammam bisa bicara adalah sebuah penantian panjang. Tahun lalu ketika usianya 3 tahun Hammam belum bisa bilang apa-apa, belum menguasai lebih dari 20 kata. Padahal seharusnya umur segitu ia sudah bisa mengucapkan lebih dari 200 kata.
Masih segar diingatan ini, bagaimana ia sering tantrum yang disebabkan ketidakmampuannya menyampaikan pesan. Juga perilakunya yang tidak adaptif, tidak fokus dan sulit sekali untuk bersikap tenang. Karena Hammam mengalami sensory problem. Silakan baca dulu artikel yang judulnya Sensori Integrasi supaya bisa lebih nyambung dengan tulisan ini :)
Cerita Selama Terapi Sensori Integrasi
Saat datang ke psikolog saya diinterview tentang tumbuh kembang anak, kemudian dijadwalkan assessment terapi wicara (TW) dan terapi sensori integrasi (TSI). Isi interviewnya bisa dilihat pada artikel 7 Indera ini, ya.
Assessment merupakan tahap observasi dan penilaian terhadap anak, sehingga bisa diputuskan langkah kedepannya. Saat assessment TW enggak banyak yang bisa didapat, Hammam sama sekali enggak bisa diajak ngobrol. Malah lari-lari, keluar masuk ruangan, buka tutup pintu, lompat dan seterusnya. Terapis menyarankan untuk melakukan TSI terlebih dahulu, jadi nih anaknya kayak dibikin anteng dulu supaya bisa fokus saat TW.
Saat dilakukan assessment TSI Hammam dibiarkan main di sebuah ruangan yang full dengan permainan dari yang sederhana sampai yang ekstrim seperti trampolin dan flying fox. Dari sini bisa diketahui Hammam lebih cenderung suka permainan ekstrim dan enggak suka main yang sambil duduk apalagi harus megang-megang pasir dan dough.
Akhirnnya diputuskan harus TSI dan dijadwalkan 2 kali dalam seminggu, berjalan hingga 3 bulan atau 24 kali pertemuan. Terapi sensori integrasi sebenarnya adalah kegiatan bermain atau sensory play yang dipandu oleh terapis berpengalaman. Karena Hammam suka yang ekstrim maka diajak bermain yang bikin fokus. Seperti memindahkan pasir dari satu wadah ke wadah lain, memasukkan koin ke celengan, meniup bubble dan menyentuhnya, meronce dan masih banyak lagi. Silakan cari di youtube tentang Sensori Integrasi, banyak video-video terapinya gitu biar ada gambaran.
Dalam waktu 3 bulan ini perlahan-lahan Hammam mulai bisa diajak fokus dan sedikit demi sedikit mengucapkan kata. Hingga pada saat dievaluasi Hammam sudah bisa menyebutkan warna-warna dan huruf abjad dalam bahasa inggris. Ia juga mulai bisa mengungkapkan keinginan seperti “mau minum”, “mau pipis”. Selera makannya pun membaik, yang sebelumnya hanya suka makan roti akhirnya bisa request nasi goreng. Ya Allah, ajaib.
Sebenarnya TSI masih perlu dilanjutkan agar perkembangan sensorinya lebih optimal. Sambil dibarengi dengan TW karena Hammam sudah mulai bisa diajak berkomunikasi. Tapi saya memutuskan untuk melanjutkan terapi di rumah.
Setelah Terapi Sensori
Saat ini alhamdulillah Hammam sudah bisa bicara seperti anak-anak lainnya. Walau kadang masih sulit untuk mengungkapkan perasaan pada saat tertentu, misalnya ketika ia sedang marah atau sedih. Selebihnya sekarang kami sudah bisa ngobrol dan bercerita. Bahkan selama ia masih melek mata, enggak akan berhenti bertanya. Terkadang sampai kewalahan menjawab pertanyaannya.
Saya sih enggak keberatan sama sekali mendengarkan ia bicara, malah seneng banget. Waktu itu psikolog bilang “Bisa jadi Hammam sebetulnya mendengarkan dan menyerap semua kata-kata yang pernah ia tahu. Dan itu akan dikeluarkan suatu saat nanti, ketika dirinya siap.” Akhirnya Hammam memang siap dan berbicara tanpa ada huruf yang terlewat. Bahkan di awal debutnya ia langsung bisa huruf “R” yang cukup sulit diucapkan anak 3 tahun.
Perilakunya juga lebih adaptif, enggak ada lagi pergi ke restoran bertiga tapi makannya ganti-gantian karena harus menjaga si kecil yang kerap kali berlari ke sana ke mari. Acara kondangan pun lancar jaya karena Hammam mau duduk bersama kami selama ia belum bosan. Kami juga senang bisa jalan-jalan naik angkutan umum dan ia terus berbicara selama perjalanan. Sesekali Hammam ikut dengan saya atau suami ke event yang boleh bawa anak. Senang ^_^.
Kita Semua Pernah Kecil
Berhubung semua-semua ditanyain—bahkan sering mengajukan pertanyaan berulang, saya tetap dengan senang hati menjawab puluhan atau bahkan ratusan pertanyaan yang sama. Saya memposisikan diri sebagai dirinya yang memiliki rasa ingin tahu begitu besar.
Kita semua dulunya juga anak-anak yang selalu bertanya. Saya masih ingat ketika usia 5 tahun saya pernah bertanya kepada orang dewasa. Seperti anak-anak kebanyakan, pertanyaan itu saya ajukan berulang kali, setiap hari. Dan karena mulai bosan atau mungkin terganggu akhirnya jawaban yang saya dapat “Kenapa sih nanyain itu melulu dari kemarin?”. Padahal saya suka banget dengan jawaban yang diberikan di awal, makanya saya nanya terus karena pengin dengar ceritanya lagi :(
Saat itu saya memang masih kecil, tapi saya sudah tahu rasanya kecewa. Mau nangis tapi ditahan. Dampaknya apa ke saya? Sejak itu saya selalu berhati-hati kalau mau bertanya, bukan cuma ke orang yang tadi tapi juga ke semuanya. Sampai besar, saya jadi orang yang ‘malu bertanya’ dan kurang percaya diri.
That’s why saya sedih kalau kalimat itu akhirnya muncul lagi untuk anak saya. Hammam mungkin mengajukan pertanyaan yang berulang lebih sering daripada pengalaman saya ketika kecil. But I’m fine. Saya senang ia banyak bertanya, mungkin dia juga menyukai jawaban saya. Tapi agar kosakata dan pemahamannya terus bertambah, biasanya saya kasih dia pertanyaan lain yang masih relate. Dan bisa jadi keesokan harinya malah saya yang ditanya itu sama dia. Hahahahaaa.
Untuk para orang tua yang memiliki anak dengan masalah yang sama dengan Hammam, jangan patah semangat. Jika ditangani secara tepat, Insya Allah hari itu akan datang. Hari di mana si kecil berkata “Aku sayang Ayah dan Ibu.” :)
Baca juga : Kenali Speech Delay pada Anak