fbpx
inside out
Family & Parenting

Pentingnya Validasi Emosi, Belajar dari Film Inside Out

Riley adalah seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang baru saja pindah rumah dari Minnesota ke San Francisco. Rencana kepindahan ini baginya sungguh mendadak, karena sebelumnya orang tua Riley tidak mengkomunikasikan dengannya.

Karena karakter Riley yang ceria dan selalu happy, mungkin menjadikan orang tuanya merasa Riley akan baik baik saja. Iya, sih, Riley memang terlihat ceria seperti biasanya. But deep down inside, ia merasa sedih, marah dan takut. Sayangnya, tidak ada yang memvalidasi perasaan-perasaan tersebut dan Riley harus menghadapinya sendirian.

Sepanjang perjalanan dari Minnesota ke San Fransisco, emosi Riley selalu berganti-ganti. Adalah Joy, makhluk di dalam pikiran Riley, yang mewakili perasaan atau emosi bahagia, harus kerepotan menghadapi teman-temannya yang bernama Sadness, Fear, Anger dan Disgust. Joy tetap ingin mempertahankan predikatnya sebagai emosi yang mendominasi diri Riley. Mungkin seperti itu lah perasaan Riley digambarkan, ia ingin terlihat selalu senang, seperti anggapan orang tuanya, juga mungkin anggapan orang lain tentang dirinya yang selalu ceria.

Hari pertama di sekolah baru, Riley menyadari bahwa dirinya sangat sedih. Ia bahkan menangis saat bercerita di depan kelas, sebagai siswa baru. Riley teringat masa-masa indahnya di Minnesota, bermain Hockey bersama orang tuanya. Kenangan bahagia tersebut merupakan “Core Memory” yang biasanya digambarkan dalam warna keemasan, menandakan itu adalah momen “Joy”, tiba-tiba berubah menjadi warna biru. Ternyata dalam ruang kendali emosi, core memory tersebut disentuh oleh Sadness.

Terjadi sedikit keributan dalam benak Riley, yang pada akhirnya menghilangkan perasaan senang dan sedih. Sampai-sampai, Riley tidak bisa merasakan kedua emosi tersebut. Yang bisa ia rasakan hanyalah rasa marah, takut dan jijik.

Riley adalah Kita Semua

Cerita di atas diambil dari film Inside Out yang diproduksi oleh Pixar Animation Studios. Filmnya memang animasi, dengan karakter anak-anak. Bisa dinikmati oleh anak-anak, tapi sesungguhnya penuh pesan untuk orang tua. Betapa pentingnya validasi emosi bagi diri kita. Bukan hanya anak-anak yang membutuhkannya, tapi orang dewasa juga butuh itu.

Film Inside Out mengingatkan saya akan banyak hal, salah satunya momen di masa kecil saat saya sedang merasa sedih dan marah. Waktu itu saya menangis entah karena apa. Penginnya sih ditemani, tapi saya terlalu marah untuk duduk bersama dengan Ibu saya, jadi kesannya saya menolak untuk didekati. Padahal kalau Ibu pergi, saya makin nangis menjadi-jadi. Merasa sedih kok mudah sekali Ibu meninggalkan saya. Haha.

Mungkin pengalaman saya itu pernah juga dialami oleh Buibu semasa kecil? Bahkan sampai kita dewasa, perasaan campur aduk seperti itu masih suka muncul. Atau kejadian ini akhirnya berulang lagi ke anak kita. Ya nggak, sih?

Pentingnya Validasi Emosi

Validasi emosi adalah kemampuan untuk mengakui emosi yang dirasakan. Riley dan Eva Kecil sama sekali nggak mengerti itu. Memang anak-anak nggak bisa dengan sendirinya mengakui perasaan. Sangat butuh peran orang tua agar emosi tervalidasi dengan benar. Sekali dua kali memang belum kelihatan hasilnya. Tapi jika dilakukan secara konsisten, Insya Allah semakin mengerti dengan perasaan sendiri.

Tapi, sebelum kita membantu anak-anak kita untuk mengenali emosi yang sedang dirasakannya, sudah tentu diri kita sendiri sebaiknya sudah mampu validasi emosi.

Dari yang saya pelajari, validasi emosi bisa dilakukan dengan cara mendengarkan diri sendiri. Ambil waktu sejenak untuk bertanya pada diri sendiri. Apa yang aku rasakan? Oh, aku marah. Kenapa marah? Karena aku dibohongi (misalnya). Kemudian diri kita belajar menerima, penyebab marahnya tadi.

Dengan begitu, kita bisa menghindari reaksi yang berlebihan saat marah. Seperti reaksi Riley yang berteriak kepada orang tuanya saat ditanya “Bagaimana sekolah hari ini?” Biasanya Riley akan menjawab dengan nada ceria. Tapi karena Anger sedang menguasai dirinya, akhirnya malah jawaban marah yang keluar dari mulutnya.

Mulai dari Diri Sendiri

So, yuk kita mulai dari diri sendiri untuk belajar pentingnya validasi emosi. Awalnya memang terasa sulit. Beraaaat sekali. Tapi setelah menjalaninya dengan teratur, rasanya tuh ada yang beda. Perasaan jadi nggak terbebani, hidup lebih tenang dan komunikasi dengan orang lain akan lebih baik.

Untuk mengajarkan validasi emosi pada anak, Buibu bisa berbicara dengan tenang, “Kamu marah ya? Marah karena Ibu datang terlambat, ya?” Dengan validasi emosi, anak juga jadi lebih paham akan perasaannya. “Oh, yang seperti ini namanya marah.” Next time jika anak merasakannya lagi, akan lebih mudah menyampaikan perasaannya ke kita.

Gitu dulu, ya, Buibu. Semoga bermanfaat.

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *