
Mindful Parenting, Pengasuhan dengan Sepenuh Hati
Sebenarnya perkenalan saya dengan kata “mindfulness” agak menyakitkan. Tetapi saya bersyukur pernah mengalaminya, sehingga kejadian tersebut membawa saya pada sebuah webinar “Mindful Parenting” yang diadakan oleh sebuah brand produk kesehatan.
Saya bisa bilang mindful parenting sangat memberikan dampak besar pada keluarga kami. Apalagi saya juga sempat stress berat di awal pandemi dan harus menjadi guru di rumah. Sama sekali nggak mudah kan, ya? Buibu juga pasti tahu bagaimana kacaunya hidup kita sejak semua tugas sekolah atau bahkan pekerjaan kantor harus dilakukannya di satu tempat saja. Rumah.
Karena kesibukan dan tingkat stress yang cukup tinggi inilah sering kali perilaku anak menjadi pemicu orang tua marah-marah. Padahal sebenarnya anak nggak salah-salah banget, tapi selalu kena marah huhu. Kan kasihan, yaa. Alih-alih ngasih tahu anak untuk bersikap baik supaya Mami nggak marah, saya coba dipikirkan lagi. Jangan-jangan masalahnya berada pada diri saya sendiri.
Jadi, apa sih Mindful Parenting itu? Dan bagaimana menerapkannya di dalam keluarga?
Pengertian Mindful Parenting
Mindfulness atau sadar sepenuhnya, merupakan kemampuan untuk benar-benar aware atau sadar mengenai keberadaan kita saat ini, apa yang sedang kita lakukan, dan tidak bereaksi berlebihan atau menjadi overwhelmed dengan apa yang terjadi di sekitar kita.
Mindfulness Parenting adalah mengasuh dengan penuh kesadaran. Sadar dengan apa yang terjadi, apa yang kita rasakan dan sadar sepenuhnya terhadap apa yang kita lakukan.
Tunggu, jadi apakah selama ini kita nggak sadar dalam mengasuh anak? Bisa jadi.
Coba Buibu ingat, pernahkah melakukan sesuatu sambil mengerjakan sesuatu yang lain? Misalnya menaruh benda kecil sambil menelpon. Setelah itu nyariin benda tadi sampai pusing? Itu bisa terjadi karena saat meletakannya kita nggak benar-benar sadar, lebih fokus dengan obrolan di telepon.
Bagaimana dengan ketidaksadaran kita dalam pengasuhan? Misalnya anak bercerita, kita menyimak sambil fokus sama layar laptop atau smartphone karena memang lagi banyak pekerjaan, misalnya. Akhirnya kita nggak benar-benar memahami apa yang anak ceritakan, bahkan bisa lupa kalau anak pernah cerita soal itu.
Gimana? Merasa hal ini sering terjadi?
Sama, Bu. Saya juga gituuuu. Langsung sedih begitu dihadapkan dengan kenyataan bahwa selama ini mungkin saya hanya memenuhi kebutuhan dasar anak, yang penting anak sudah makan, sudah mandi, sudah mengerjakan tugas. Setelah itu apa? Sibuk mengerjakan banyak hal tanpa menyadari ada kebutuhan psikologis anak yang juga harus dipenuhi.
Dan oh, pasti Buibu pernah merasakan anak kok sudah besar banget, ya? Nggak berasa, lho. Padahal rasanya baru kemarin dia lahir, baru sebentar yang lalu apa-apa masih perlu dibantu. Sekarang tahu-tahu anaknya sudah besar, sudah mandiri dan bahkan sudah memiliki dunianya sendiri.
Mungkin waktu menjadi nggak terasa karena semua sudah berjalan dengan pola keseharian yang sama. Nggak ada hal-hal baru dan kita terbiasa seperti itu. Rasanya semua sudah berjalan secara otomatis.
Waktu memang cepat sekali berlalu. Tetapi dengan mindful parenting saya harap kita bisa melalui ini semua dengan penuh arti.
Tujuan Mindful Parenting
Setelah saya resapi baik-baik, ternyata tujuan dari Mindful Parenting bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga bagi orang tuanya sendiri. Dengan menyadari apa yang kita rasakan dan lakukan, akhirnya kita bisa lebih baik dalam merespon perilaku anak.
Di satu sisi anak akan meraskan diri kita hadir seutuhnya, ia merasa keluh kesahnya didengarkan, pendapatnya dihargai. Hubungan yang seperti ini dapat membangun rasa percaya anak kepada kita.
Di sisi lain, jika diri kita berhasil hadir sepenuh hati, artinya kita nggak terpengaruh oleh emosi ataupun rutinitas saat merespon anak. Kita nggak akan mudah marah sama anak atas hal-hal yang dilakukannya. Hati juga tenang, bebas dari rasa bersalah karena sudah bisa mengatasi emosi. Berkurang lah cerita “Ibu menyesal ketika anak sedang tidur” yang sering kali kita alami.
Dalam praktiknya mungkin berat, ya. Karena kita harus belajar untuk mengerti diri kita sendiri, kemudian berusaha untuk lebih mengerti anak-anak. Kalau anak cerita sebisa mungkin tinggalkan dulu pekerjaan, tutup dulu laptop, matikan dulu kompor. Bicara dari dekat, sambil duduk sejajar dan tatap matanya. Wow, apakah kita se-senggang itu, Buibu? Haha.
Tapi begitulah sebuah proses yang berdampak positif bagi seluruh keluarga memang jalannya nggak sederhana dan nggak bisa langsung berhasil. Bisa dicoba pelan-pelan, mungkin dimulai dari hal kecil misalnya menemani anak bermain tanpa memikirkan yang lain. Hanya main saja.

Selalu Hadir 24 Jam?
Mindful Parenting nggak berarti selama 24 jam kita harus selalu ada untuk anak. Atau jadi bersikap menuruti semua yang anak inginkan. Bukan, ya. Sedikit waktu yang berkualitas lebih baik daripada sepanjang hari yang seperti hidup sendiri-sendiri. Dan karena kita sudah berlatih untuk mindful, ketika anak minta sesuatu yang nggak mungkin dipenuhi, kita akan memberikan pengertian yang mudah diterima oleh anak-anak.
Oh ya, kalau kita memang sedang benar-benar nggak bisa diganggu atau harus fokus sama pekerjaan untuk sementara waktu, sebaiknya memberitahukan ke anak sedari awal. Misalnya, “Mami nanti ada zoom jam 7-9 malam. Hammam tolong tenang, ya. Karena mami harus fokus.”
Dengan menyampaikan hal tersebut diharapkan anak bisa mengerti kalau orang tuanya juga punya kesibukan, ada kalanya nggak bisa diganggu. Anak jadi berlatih untuk adaptasi, kalau Mami lagi zoom berarti suara tivinya jangan keras-keras, jangan ajak Mami ngobrol dulu, dan seterusnya. Meski ini belum berjalan sepenuhnya, Hammam masih suka ngajak ngobrol, haha. Tapi setidaknya saya bisa memberikan respon yang lebih baik atau nggak bereaksi berlebihan ketika ada anak datang dan menginterupsi pekerjaan.
Dari tadi saya banyak menyebutkan kata “respon”, ya. Karena saat ini bagi saya respon merupakan kunci. Ketika saya bisa merespon dengan baik disitulah saya merasa hidup ini pun berjalan dengan lebih baik. Salah satunya ketika harus mengajari anak belajar selama sekolah dari rumah.

Baca juga : Mau Tahu Tentang Home Education?
Dulu sih rasanya ngotot banget pengin anak cepat bisa dan paham, sampai anak jadi ikutan stress juga. Padahal kalau mau mengerti apa yang dirasakan anak, ternyata ada cara yang lebih baik dalam proses belajar tanpa harus membuat anak merasa tertekan. Belajar jadi menyenangkan dan tanpa drama. Kalaupun rasanya berat sekali, saya ajak anak istirahat dulu biar sama-sama refresh.
Semoga artikel yang ditulis berdasarkan pemaparan dari Ibu Firesta Farizal, M.Psi., Psikolog ini bisa bermanfaat, ya. Sampai sekarang saya pun masih terus belajar dan berusaha. Terima kasih sudah berkunjung ke blog ini. See you next post. 💕
Be mindful, be happy.
Comments
Sungguh mindful parenting ini kalau diterapkan bisa sangat membantu komunikasi antara Ibu dan anak. Prosesnya memang gak sekali, langsung sukses yaa.. Membutuhkan perjalanan yang panjang. Ini yang aku bilang kalau menjalin hubungan, walaupun buah hati sendiri, dalam artian, sedarah…tetap kita harus mengenali masing-masing karakter.
Anak mengenali Ibunya dan begitupun sebaliknya, Ibu juga harus memahami karakter masing-masing anak.
Cara yang paling jitu tuh…”memuji anak” dan sengaja diperdengarkan secara gak sengaja kepada mereka, kak..
Ini bikin anak bangga.
Dan kalau sama-sama bahagia, in syaa Allah pengasuhan menjadi hal yang menyenangkan.
Aku belum coba nih metode memuji seperti ini. Soalnya anakku selalu mau nempel sama aku atau bapaknya, jadi belum ada kesempatan yang sengaja seperti nggak sengaja. Tapi aku pernah sih, dengar Ibu memuji aku saat ngobrol dengan saudara kami. Waktu itu aku nggak sengaja dengar dan impact-nya besar banget untukku, Kak. Terima kasih advice-nya, ya. Akan kucoba :)
Jadi belajar banyaakk soal mindful ini, mba.
karena memang harus diakui, aku pun sering melakukan banyak hal sambil lalu aja.
ngga mindful, ngga ber-kesadaran. padahal mindful parenting itu super penting
Insya Allah Mbak Nurul pasti bisa. Kita sama-sama belajar ya, Mbak.
Tahun Lalu aku belajar mindful parenting, mbak. Coba selama 21 hari menerapkannya. Materinya malah 70% tentang diri sendiri. Jadi memang kelola diri dulu, mengenali emosi diri. Masalah, tantangan tiap Hari Ada. Dengan mindfulness menghadapinya jadi lebih kalem gitu.
Trus tentang taruh HP dulu saat anak ajak ngomong, hmm … Gini ini aku bilang ke diriku: Kok rasanya sibuuuk amat yah Bu sampe dengerin anak yg nyata Ada di depan kita Aja kudu sambil multitasking. Hihi … Selamat berproses!
Teknik 21 hari ini kabarnya sering berhasil jika dilakukan secara konsisten. Karena dalam waktu 3 minggu ini kita belajar mengubah pola pikir dan pola hidup kita hingga benar-benar terbiasa. Selamat berproses, Buuu.
Duluuu banget saya masih beranggapan kalau mindful parenting itu mesti selalu ada untuk anak, padahal maksudnya bukan soal waktu tapi lebih kepada perhatian kita ke anak yang jadi poin nya ya mbak.
Memang tak ada kata cukup untuk belajar menjadi orang tua. Namun dengan mindful parenting akan membawa dampak positif pada anak. Semoga!
Iya, padahal kita kan juga punya kesibukan ya, Mbak. Gimana caranya bisa selalu ‘hadir’ untuk anak. Ternyata ada quality time yang harus dipenuh, nggak mesti 24 jam selalu siap sedia.
Saya pernah datang ke acara parenting, psikolognya tanya ke yang hadir, “Siapa yang ketika menyusui gak pegang gadget sama sekali?”
Seingat saya waktu itu yang tunjuk tangan hanya 2-3 orang. Salah satunya saya. Jadi berasa paling tua hihihi
Ya karena pada saat anak-anak saya masih bayi, memang saya belum akrab ma internet. Jadi jarang banget pegang hp. Ketika sama anak memang bener-bener dijadiin momen bersama. Jadi secara gak langsung terbiasa fokus, ya
Beruntung sekali menyusui di masa itu ya, Mbak, bisa lebih mindful.
Urusan belajar sama anak emang harus hati-hati ya …Ada caranya biar anak nyaman..ortu juga enak.. Ortu pun harus mau belajar dan lebih sabar dan telaten..
Sabar dan telaten itu luar biasa tantangannya. Haha. Semoga bagaimana pun caranya bisa tetap positif dan menyenangkan.
Jadi tersentil nih mba dengan pembahasan di sini. Secara tak sadar, aku juga melakukan beberapa kesalahan seperti disebutkan di atas. Mungkin faktor multi tasking yang harus kita kerjakan setiap hari sebagai ibu yaaa yang jadi penyebab utamanya. Maunya beres semua, tapi malah ga maksimal hasilnya bagi anak. PR banget nih untuk memperbaiki hal ini.
Ada seorang Mindbeauty Coach yang pernah kuikuti kelasnya, multitasking itu nggak apa-apa asal kita selalu mengimbanginya dengan mindfulness. Jadi memang butuh banyak latihan sih, apalagi kita ya sebagai Buibu pasti sejak dahulu kalaaa sudah terlatih banget untuk multitasking. Haha. Tapi seiring bertambah usia ternyata multitasking nggak terlalu bagus juga.
Semangat Mbak Uniek.
suka tidak suka, aku harus mengakui bahwa banyak kesalahan dan kekhilafan yang dilakuan sebagai orang tua. Tapi yang penting kita selalu memperbaiki diri yaa mbaa
Betul, Kak Indah. Kita masih beruntung karena masih bisa mencari tahu salahnya di mana lalu kita perbaiki dan nggak ada kata terlambat :)
Duh duh ikut tertohok juga saya Mbak, kadang anak-anak cerita aku sambil ngerjain yang lain, masak atau ngetik jadi dengernya nggak khusyuk huhu padahal bagus ya mereka mau cerita keseharian mereka di sekolah, makasih banyak pencerahannya yaa…
Sama-sama Mbak Dew. Kalau sekali dua kali sih masih nggak apa-apa, ya. Takutnya nih kalau keseringan nanti lama-lama anak jadi malas lagi cerita ke kita. “Ah, Ibu responnya kurang seru nih kalau aku cerita.”
makin ke sini, makin banyak jenis-jenis pola asuh, salah satunya yang mungkin sedang happening banget ya mindful parenting ini, pola asuh yang dilakukan orangtua dengan kesadaran penuh. Dengan kata lain, orangtua akan memberikan perhatian penuh pada anak.
Yes, Kak. Mungkin pola asuh seperti ini sudah lama ada, tapi belum banyak yang ngomongin. Haha. Kalau dipelajari bagus banget sih untuk keluarga. Jadi pola asuh mah yang mana aja asal positif dan berdampak baik, ya.
Huhu… Ketampol deh. Saya nih kadang saat anak cerita, saya dengerin tapi mata menatap layar hp. Terus saat anak minta jawaban, saya kaget karena nggak ngeh apa tadi yang diceritakan/ditanyakan
Sama, Mbak. Saya juga suka gitu. Akhirnya anak ngambek, merasa nggak diperhatikan. Padahal dia sudah seru banget ceritanya. Insya Allah pelan-pelan kita belajar ya Mbak, untuk lebih mindful bersama anak.
Halo mba. Aku pun harus banyak belajar banyak soal pengasuhan anak. Apalagi dengan metode yang mba sampaikan. Aku tuh kadang juga ngerasa kalau apa terlalu maksa anak misalnya belajar. Eh anak ya kuatir jadi kepikiran.
Nggak ada berhentinya kita belajar ya, Mbak.
Makasih artikelnya. Ini juga jadi pengingat buat aku pribadi ya. Belum ada anak memang, tapi aku belajar sama Keponakan. Pernah dia ngajak main dan aku sibuk sama ponsel. Akhirnya nangis deh. Sekarang sebisa mungkin merhatiin dia, benar-benar merhatiin biar tahu apa yang mereka rasakan
Bagus nih latihan sama keponakan, Mbak.
Iya mbak, setuju emang gak mudah dan harus ekstra sabar juga. Saya sudah mempraktekkan main bersama anak dan fokus bermain sama mereka, kadang sayanya aja yg kadang capek dan gak telaten
Istirahat aja dulu, Mbak, kalau capek. Semoga anak-anaknya mau ngerti, ya.
Kita memang perlu sadar dalam keadaan apapun ya biar gak stres jatuhnya. Wajar saat menghalami perubahan drastis jadi ada kebingungan & stres, untung nya bisa cepat sadar ya.
Mindful parenting berguna buat kita sebagai orangtua juga gak cuma anak ya. Kadang emosi keluar tapi jadi nyesel kemudian nih.
Alhamdulillah selama PJJ gak ada masalah mungkin karena udah pada besar juga ya anakku.
Semangat Eva
Alhamdulillah kalau PJJ-nya lancar, Mbak. Aku di awal-awal tuh bingung banget harus gimana. Akhirnya bisa dilalui juga, sih.
Sepakat banget mbak, melakukan parenting mindfullness membuat hati bahagia yaa. Anak juga bahagia. Saya sudah menerapkannya mbak, jadi semua yang saya kerjakan dilakukan secara sadar dan tentu saja jadi lebih bisa mengontrol apa yang saya lakukan dan berdoa semoga apa yang saya kerjakan berpahala atau menuai kebaikan.
Masya Allah Mbak Sri. Kapan-kapan kita ngobrolin mindful parenting yuuuk. Semoga bahagia selalu bersama keluarganya ya, Mbak.
Sekarang kyknya ngetrend nih penggunaan kaa “mindful” ya hehehe
Mungkin supaya bener2 kyk menghayati dan bener2 praktik dengan hati :D
Hmmm soal ortu yang butuh waktu utk sibuk sendiri atau sekadar me time emang sebaiknya bilang ke anak baik2 ya mbak, biasanya anak juga bisa paham sih ya.
Trus kehadiran ortu emang penting ya utk tahapan perkembangan anak jd memang kudu hadir jiwa raga saat memang waktunya nemenin, sebaiknya gak disambi2 gtu ya :D
Mungkin karena orang tua zaman now udah banyak yang sadar akan pentingnya pengasuhan yang baik ya, Mbak. Jadi pas ada mindfulness ini jadi pada tertarik untuk melakukannya. Tapi dampaknya memamng baik banget, sih.
Dan betul, kehadiran kita sebaiknya seluruh jiwa raga :)
Ah iya, penting banget ya buat mindfull parenting gini
Biar beneran fokus gitu saat pengasuhan
Harus belajar mindfull parenting nih aku
Belajar bareng kita ya, Mbak Dian. Insya Allah bisa.
Mbak Eva keren. Baru punya anak 1 tapi udah bisa mindful parenting. Huhu aku waktu anak 1, malah 2 anak, masih emotional lho. Kalo inget itu rasanya sedih deh. Dan baru bisa mendekati mindful parenting begini pas sekarang. Ke anak ke-3 dan ke-4. Bisa lebih sabar dan kalem. Ke anak pertama dan kedua juga sekarang lebih slow. Berharap bisa membasuh ‘luka’ pengasuhan. Semoga orang tua zaman now bisa menerapkan mindful parenting ini.
Masya Allah, Teh, bisa mindful dengan anak 4 itu justru yang keren. Mungkin dulu akses informasi tentang parenting juga masih jarang, ya. Ditambah lagi kalau kita punya luka pengasuhan, pasti makin susah mau mindful. Semoga sehat selalu Teh Nia sekeluarga :)
Mindful parenting, buat saya itu hhh, kudu sabaar sabar banget. Hahaha, baru 1 anak tapi ya, kadang udah emosi duluan. Memang bener, untuk membentuk keluarga dan anak-anak yang bagus, ya perjuangannya gak sederhana.
Pelan-pelan saya coba deh. Meski waktunya gak banyak sama anak, karena lebih banyak di kantor. Mencoba memanfaatkan waktu luang menjadi berkualitas.
tidak fokus dan melakukan sesuatu dengan waktu bersamaan pasti ada yang “tersia-siakan”. Dan bagian mengasuh anak adalah hal yang paling utama jangan sampai gak fokus dan maksimal..karena waktu cepat berlalu dan tak bisa diulang
Terimakasih sharing nya, Mak. Meski aku belum dikaruniai anak, membaca ini, jadi banyak ilmu yang kudapat.
Terimakasih banyak sharing nya, Mak. Meski aku belum dikaruniai anak, membaca ini, jadi banyak ilmu yang kudapat.