fbpx
Travel & Culinary

Jelajah Jakarta Pesona Pelabuhan Sunda Kelapa

Setelah minggu lalu liburan bareng keluarga kecil di Dunia Fantasi Ancol yang recommended banget untuk wisata keluarga, kali ini saya mau rekomendasikan tempat wisata yang asyiknya didatengin bareng teman-teman sejawat, sehobi, sekomunitas atau segank. Yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa yang terletak di Jakarta Utara, nggak jauh dari kawasan Kota Tua.

Jadi ceritanya Komunitas ISB (Indonesian Social Blogpreneur) bikin kuis instagram, yang menang bakal diajakin trip ke Pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari. Nah saya kan belum pernah nih ke 2 tempat wisata ini, jadi ikutanlah kuisnya dan ternyata alhamdulillah menang bersama 15 blogger lainnya. Yippieee. Saya dan teman-teman diminta hadir jam 7 pagi dengan meeting point di Kota Tua. Dari Ciledug ke Kota Tua itu lama perjalanannya 2 jam. Jadi iya banget saya berangkat jam 5 pagi. Eyyym!

Wisata kali ini sifatnya adalah trip singkat bersama tour guide Ira Lathief dari @wisatakretifjakarta. Start jam 8 pagi di Kota Tua kemudian bersama-sama berangkat ke Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar dan Museum Bahari. Lalu kembali lagi ke Kota Tua untuk meracik minuman tradisional di Kafe Acaraki hingga selesai jam 1 siang. Totalnya cuma 5 jam tapi berkesan banget dan jadi belajar tentang sejarah, yang mana saya ini lemah di mata pelajaran tersebut.

ira lathief
Pemandu wisata ISB Trip : Ira Lathief

Pelabuhan Sunda Kelapa

Memasuki Pelabuhan Sunda Kelapa siap-siap disambut oleh jalan berdebu, truk segede mobil transformer, petugas berseragam dan alat berat untuk memindahkan container. Tapi yang paling memesona adalah kapal-kapal kayu nan besar warna-warni yang berlabuh di sana.

pelabuhan sunda kelapa

Saya berdecak kagum, ekspresi saya mungkin sama dengan ketika dihadapkan pada indahnya pantai di Kota Kupang beberapa waktu lalu. Bedanya di sini nggak bisa melamun lama-lama karena tempatnya memang pelabuhan yang masih aktif. Banyak banget pekerja dan truknya itu lho, hilir mudik, sibuk sekali.

Pelabuhan Kalapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kalapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama pelabuhan Kalapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno Kalapa kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini dalam bentuk “Sunda Kelapa”.

Wikipedia

Pada abad ke-16 Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan pelabuhan paling sibuk di Asia Tenggara, dengan aktivitas pengiriman rempah-rempah hasil bumi Indonesia seperti cengkeh, pala, lada, kayu manis dan lain-lain oleh Belanda ke negara-negara di Eropa.

pelabuhan sunda kelapa

Menurut Mbak Ira Lathief tempat ini adalah destinasi favoritnya bule-bule. Karena di negara mereka sudah nggak ada lagi kapal-kapal kayu seperti yang ada di Sunda Kelapa. Kapal seperti ini adanya di Museum. Jadi mereka excited banget seperti melihat sejarah yang masih hidup. Di sini juga merupakan spot sunset paling indah di Jakarta. Banyak fotografer yang nongkrong di sini sore menjelang magrib demi mendapatkan foto sunset. Sayangnya jadwal kami waktu itu pagi hari jadinya kapan-kapan harus balik lagi, sih.

pelabuhan sunda kelapa

Pengunjung yang ingin berfoto di kawasan pelabuhan bisa mengambil tempat di depan kapal-kapal atau di sisi lain di mana tumpukan container bisa menjadi background-nya. Plis banget hati-hati kalau berada di area ini karena ada aktivitas menaik-turunkan barang dengan alat berat. Jadi kalau ada petugas yang bilang “Awas, awas!” segera turuti. Pindah saja ke tempat yang lebih aman, ok.

Perlu diketahui nih, di sini kita sulit menemukan toilet gitu. Jadi kalau ada yang mau foto OOTD atau mungkin foto prewedding, usahakan bajunya yang nggak perlu ganti-ganti banget. Sekadar ganti outer atau kain sih, ok.

Oh ya selama trip jangan lupa juga pakai masker, gengs. Karena debunya sungguh fantastis. Semua petugas di sini juga memakai masker karena memang diwajibkan. Kemarin saya dan teman-teman pakai masker dari Nexcare, sih, jadi lebih tenang wisatanya. Debu-debu intan terhempas sudah.

Ketua kelas pun pakai masker, gengs.

Menara Syahbandar

Dari pelabuhan Mbak Ira Lathief mengajak kami naik ke Menara Syahbandar yang letaknya nggak jauh dari pelabuhan dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Mungkin itu baru sekitar jam 10-an tapi nggak tahu kenapa deh udaranya panas banget. Mungkin karena ada di pinggir laut, ya. Jadi wajib juga nih peserta trip sedia minum air mineral Aqua biar tetap segar karena cairan tubuh terjaga.

Menara Syahbandar dulunya merupakan mercusuar pelabuhan. Di abad ke-16 bangunan ini merupakan gedung tertinggi di Batavia. Saya dan teman-teman pun penasaran dengan isi di dalamnya dan menaiki tangga sampai lantai 3. Ternyata di dalam menara ini terdapat prasasti 0 kilo meter Batavia yang ditulis dalam bahasa Cina.

Titik 0 km di Menara Syahbandar

Oh ya karena usianya yang sudah ratusan tahun menjadikan bangunan ini agak sedikit miring seperti Menara Pisa di Italia. Dan lagi lingkungan sekitarnya adalah jalan raya yang tak hentinya dilewati oleh truk-truk besar maka nggak heran kalau Menara Syahbandar semakin miring dari tahun ke tahun. Ketika saya berada di lantai teratasnya memang sangat terasa kemiringannya.

menara syahbandar

Dari atas sini saya bisa melihat wajah kota Jakarta dari sisi lain. Mungkin kalau dahulu bisa melihat pasar ikan dari atas sini, sekarang berganti dengan pertokoan biasa. Nggak jauh dari sini ada bangunan sejarah lain di Jalan Pasar Ikan, yaitu Museum Bahari. Nggak sampai 5 menit berjalan kaki kami sudah sampai di menit berjalan kaki kami sudah sampai di gedung tersebut.

Museum Bahari

Ketika Pelabuhan Sunda Kelapa pada zamannya sibuk mengirim rempah-rempah ke negara-negara Eropa, Museum Bahari adalah tempat untuk menyimpan rempah tersebut sebelum dikirim. Museum Bahari terdiri dari dua gedung yaitu gudang barat dan gudang timur yang dibangun secara bertahap pada tahun 1652-1771. Saya dan teman-teman memasuki salah satu gedung museum yang lebih dekat dengan pintu masuk.

menara syahbandar
Museum Bahari dilihat dari Menara Syahbandar

Koleksinya adalah miniatur kapal tradisional dan alat-alat pendukung untuk berlayar seperti alat navigasi, jangkar dan teropong. Selain itu terdapat patung-patung tokoh dunia yang pernah singgah di Indonesia seperti Ibnu Batutah dan Cheng Ho. Di setiap area patung-patung ini juga terdapat sebuah buku tentang tokoh tersebut.

Selain tokoh dunia tentunya koleksi di Museum Bahari dilengkapi juga dengan tokoh nasional. Salah satunya adalah Mala Hayati yang belum lama ini baru dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Mala Hayati adalah laksamana laut pertama di dunia yang saat itu memimpin 2000 pasukan wanita dalam melawan Belanda.

Malahayati memimpin 2.000 orang pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda tanggal 11 September1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.

Wikipedia

Di salah sebuah ruangan terdapat rempah-rempah asli hasil bumi Indonesia yang dipamerkan terdiri dari pala cengkeh Kayu Manis lada dan lain-lain sepertinya rempah-rempah ini diganti secara berkala demi menjaga kualitasnya. Berkat kekayaan bangsa kita ini dulu VOC telah meraup kekayaan yang jika dikonversi ke rupiah totalnya sebesar 23 triliyun. Semana tuh uangnya??

museum bahari
Rempah-rempah kekayaan tanah air Indonesia.

Lagi-lagi buat yang gemar fotografi spot foto terbaik di Museum Bahari adalah di teras dekat jendela-jendela besar khas arsitektur Belanda. Sebenarnya belum puas sih menjelajahi museum ini tapi waktu kami tinggal sebentar lagi jadi harus segera bersiap menuju Acaraki.

museum bahari

Meracik dan Mengenal Sejarah Jamu di Acaraki

Sama seperti destinasi sebelumnya ini pun pertama kalinya saya singgah di Acaraki, kedai jamu tradisional dengan nuansa modern minimalis dan instagramable. Ownernya bernama Bapak Jony Yuwono menyambut kami dengan hangat lalu memberikan seminar tentang jamu.

Bapak Jony Yuwono, owner Acaraki Jamu Cafe

Kalau kita mengenal istilah Barista untuk profesi peracik kopi, ternyata nama Acaraki adalah sebuah profesi peracik jamu di masa Kerajaan Majapahit. Kebanyakan Acaraki berasal dari masyarakat kalangan menengan ke atas karena rakyat biasa dalam keseharaiannya harus bertani dan nggak sempat untuk mempelajari tentang jamu.

Jamu sendiri berasal dari bahasa jawa kunu yaitu Djampi dan Oesodo. Djampi berarti doa-doa sedangkan Oesodo berarti kesehatan. Jadi dengan minum jamu orang-orang berharap akan kesehatan dirinya. Di Kerajaan Majapahit sebenarnya terdapat ribuan resep jamu namun yang dibocorkan oleh Sultan Agung hanya 8 resep saja. Nggak nyangkanya 8 resep ini adalah jumlah yang sesuai dengan siklus kehidupan manusia sejak dilahirkan hingga masa tua. Misalnya kunyit asem adalah simbol bagi anak-anak balita dan beras kencur untuk anak-anak menjelang remaja.

Selanjutnya kami diberikan kesempatan untuk meracik jamu, yeeey! Bahan yang digunakan adalah bahan-bahan alami yaitu beras (ada beras hitam dan beras putih) dan kencur. Sementara alat yang digunakan mengadaptasi cara penyeduhan kopi modern. Di meja saya kebetulan dapatnya beras hitam dan kecur roasted yang sudah digiling atau sudah agak halus. Jamu beras kencur bisa disajikan dengan disaring maupun secara tubruk, saya pilih yang ditubruk.

Alat racik jamu untuk jenis jamu saring

Caranya begini : masukkan bahan-bahan ke dalam gelas saringan kemudian letakkan gelas tersebut di atas timbangan. Masukkan air panas sampai angka timbangan mencapai 150gr lalu diamkan selama kurang lebih 3 menit, ada alat bantu jam pasir sebagai indikatornya. Ih, lucu! Setelah itu tekan saringan dan jamu beras kencur siap diminum.

Jam pasir Acaraki Jamu Cafe

Rasanya memang kencur banget tapi agak pahit karena nggak ada campuran lainnya. Kalau untuk kesehatan sih ini nggak terlalu menyeramkan, hehe. Tapi ternyata di Acaraki ada menu spesial yang lebih manis seperti Saranti, yaitu jamu beras kencur ditambah creamer dan susu. Segar banget nih, apalagi ditambahkan es batu rasanya jadi tak terlupakan.

Menu lainnya ada Bareskrim (beras kencur dan es krim) dan yang paling polupernya Golden Sparkling (kunyit asem dengan soda). Saya suka sih kunyit asem, tapi berhubung saya nggak minum soda jadi nggak memilih menu ini.

Pak Jony mengatakan bahan-bahan untuk meracik jamu di Acaraki Kafe ini didapatkan dari petani lokal seperti beras yang berasal dari Lampung, Kunyit yang dipanen di Sidoarjo, Kencur asli Wonogiri dan asam dari Solo.

Berhubung saya bukan penikmat kopi yang nggak pernah nongkrong di kafe, dengan hadirnya Acaraki jadi ngerasain juga ngobrol cantik di kafe. Sudah gitu menu-menunya pasti bikin sehat semua, cocok lah sama mamah muda yang lebih mengutamakan kesehatan dibandingkan gaya-gayaan :P. Saya rekomendasiin banget nih buat yang tertarik hidup sehat dengan minum jamu sekalian mencari ide dan inspirasi. Karena tempatnya enak banget, adem juga tenang.

acaraki jamu cafe
Minum jamu ditemani bacaan seru :)

Dengan berakhirnya acara minum jamu maka berakhir pula ISB Trip kali ini. Huhuhu rasanya seneng banget bisa eksplor kota Jakarta mengunjungi tempat-tempat bersejarah bersama teman-teman. Hanya 5 jam tapi sungguh berkesan dan berasa banget kekeluargaannya. Semoga next trip bisa jalan bareng lagi sama teman-teman ISB. Thank you, ISB :)

museum bahari
Thank you, team :)

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Comments

September 30, 2019 at 1:46 pm

Aku belum pernah nih ke Sunda Kelapa, pernahnya foto2 di Sunda Kelapa Jatim Park hihihi. Harus deh kapan2 mampir ke sini sekalian belajar sejarah.
Unik banget nama minumannya Bareskrim (beras kencur dan es krim) :)



Rachmanita
September 30, 2019 at 1:48 pm

Tempatnya seru banget ya mbak eva.. Aku belom pernah kesana..seru banget bisa main bareng temen2 seperti ini…



September 30, 2019 at 1:54 pm

andai kemaren aku bisa ikutan. pasti bakal seneng banget :)
suka lihat foto2 dan baca liputannya. berasa ikut jalan2 bareng di sana. makasi yaa



September 30, 2019 at 2:54 pm

serasa kembali ke Djakarta Tempo Doeloe ya mbaa…

kalau buat photo2 prewed dengan tema jadoel keren kayakny yaa pelabuhan ini



September 30, 2019 at 5:51 pm

Wah iya bener. Gak ada toilet di sini. Saya pernah main ke sana juga. Pengen ke sana lagi karena waktu itu belum puas :)



September 30, 2019 at 6:36 pm

Waah seru bangeet ya Mbak bisa jelajah Pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari. Aku juga pengin ikut tour nya kapan kapan.



September 30, 2019 at 10:48 pm

Nah ini dia yang dicari cari. kafe tapi bukan jualan kopi ya Eva.

sehat. segar dan tetep Instagrammable



October 1, 2019 at 5:23 am

Jadi pingin mampir ke pelabuhan di kota saya deh baca artikelnya



October 1, 2019 at 10:09 am

Wah dapat pengetahuan baru nih, Acaraki peracik jamu. Serunya trip bareng ISB nih sukses terus kak



October 1, 2019 at 10:47 am

Wah aku malah belum pernah ke Pelabuhan Sunda Kelapa, padahal destinasi wisata itu keren banget buat wisata edukasi anak-anak, karena perkembangan Kota Jakarta yang dahulu Batavia tidak terlepas dari Pelabuhan Sunda Kelapa. Next pengen juga ah ajak anak-anak ngetrip ke sini. Makasih infonya mbak.



October 1, 2019 at 12:52 pm

Serunya euy rame-rame ke Pelabuhan Sunda Kelapa. Tempat bersejarah gini emang asyik untuk dieksplore. Apalagi ada tambahan acara seru untuk racik jamu dan sejarah tentang jamu. Keren.



October 1, 2019 at 1:32 pm

Berfoto di depan kontainer ternyata bagus juga ya.
Keren loh, ada cafe yang jualannya jamu. Terus memadukan jamu dengan es krim? Sepertinya saya harus bereksperimen buat nyobain yang beginian nih. Kebetulan di depan rumah, tiap hari ada penjual jamu lewat



October 1, 2019 at 1:51 pm

Ini semacam kaya perjalanan komplit ya. Senengnya dapet, ilmunya dapet, pemandangan asik juga dapet



October 1, 2019 at 4:47 pm

Aku kira condongnya menara itu karena dari sononya, ternyata ngga, ya. :D Btw, aku baru tahu tentang per-jamu-an, nih. Informatif banget.



October 2, 2019 at 5:54 am

Penasaran dengan Saranti, jamu beras kencur ditambah creamer dan susu.

Kafe Acaraki ini unik yah. Keren. Adakah minuman modern macam soda²an juga di sana, Mbak?



October 2, 2019 at 8:07 am

belum pernah keliling di pelabuhan sunda kelapa. Kalau di acaraki memang baru tahu dan pastinya belum pernah ke sana. Asyik ya abis jalan2 singgah ke cafe jamu. Unik juga ya kunyit+soda, tapi karena saya nggak soda-an, ya pilih yg biasa aja deh (mau milih tapi belum ke sana) eh



October 2, 2019 at 6:10 pm

Selama ini aku cuma dengar aja pelabuhan sunda kelapa sama menara syahbandar. Ternyata bagus pelabuhannya ya mbak.bisa lihat kapal. Seru



Adriana Dian
October 2, 2019 at 8:08 pm

serunya ISBTrip, ga cuma halan halan aja, tapi dapet pengalaman seru, dan ilmu baru yaaaa. semoga nextnya bisa ikutan aaaah. makasi infonya yaaaa



October 2, 2019 at 8:33 pm

Seumur-umur aku di Jakarta belum pernah datang ke destinasi ini kak, padahal banyak banget yang bisa kita ketahui dari tempat seperti ini yak kak:(



October 2, 2019 at 8:45 pm

Sering ke Jakarta, belom pernah sekalipun nyoba main ke pelabuhan Sunda Kelapa. Kudu deh sesekali. Seruuuu kayaknya ya



October 2, 2019 at 10:10 pm

Aku suka jamuuu~
Racikan zaman sekarang canggih yaa…pakai kertas saring dan di saring laiknya nyeduh kopi ala barista.
Rasanya pastiiii….jamu banget.
Hehehhee~



October 3, 2019 at 6:29 am

minum jamu dicampur es krim gimana rasanya? menarik nih perpaduan minuman di Acaraki.

Btw, aman ya naik ke menara Syahbandar meski udah miring gitu? dulu pernah nyasar ke sana waktu sepedaan dari Kota Tua.



October 3, 2019 at 6:59 am

mau banget ke museum bahari. semoga suatu saat bs ke sana sekeluarga. saya tuh pecinta kapal loh. sering iseng2 nongkrong di pelabuhan. hehe



Lisdha
October 3, 2019 at 11:39 pm

hwaaaa…nama jamunya unik2. bareskrim…agahahaha… dan jadi tau kalau jamu itu akronim dari djampi dan oesodo…waah, padahal aku orang jawa tp ga tau. kayaknya dulu ga da ini di pelajaran bahasa daerah hahaha..makasih share nya mbak



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *