fbpx
pendidikan anak di rumah
Family & Parenting

Persiapan Pendidikan Anak di Rumah, Mulai dari Mana?

Assalamu’alaikum, Buibu. Masya Allah senang, deh, kalau masih pada ingat untuk mampir di blog ini. Soalnya saya lagi jarang banget posting. Thank you anyway. Kali ini saya mau sharing materi yang saya dapat saat mengikuti kelas training “Persiapan Pendidikan Anak di Rumah” bersama Ibu Zulfa Alya, seorang penulis buku anak dan parenting trainer.  Kelasnya sudah selesai dari kapan, gitu. Tapi baru sempat di-posting, nih. 

Jadi, meskipun setengah mati berharap anak bisa sekolah tatap muka lagi seperti dulu, namun sesuatu yang benar-benar pasti itu kan nggak ada, ya? Awal tahun saja sudah mulai sekolah tatap muka, eh, cuma 2 minggu doang. Haha. Ini tuh rasanya kayak nonton drakor yang kita suka ceritanya tapi nggak suka sama endingnya. Pengin marah, tapi marah sama siapa, coba???

Intinya nggak ada salahnya deh saya coba ikutan kelas ini. Lagian meski anak sekolah tatap muka, kan tetap ada tanggung jawab sebagai orang tua untuk memberikan pendidikan di rumah. Materi ini menarik banget, sih, bagi saya.

Artikel ini berhubungan dengan Home Education yang pernah saya tulis sebelumnya. Iya, Bu, cuma beda bahasa aja dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Dari Home Education menjadi Pendidikan Anak di Rumah Haha. Tapi kali ini saya mau fokus di persiapannya. Kira-kira siapa atau apa yang harus paling siap sebelum pendidikan di rumah dimulai? Apakah anak yang mau dididik? Materi dan tempat belajar? Atau ada yang lain?

Pendidikan Anak di Rumah Dimulai dari Orang Tua

Ternyata yang paling pertama harus dipersiapkan adalah “orang tua”nya, lho. Iya, kita yang perlu mempersiapkan diri kita sendiri terlebih dahulu, sebelum menyiapkan yang lainnya. Bahkan sebenarnya kita bisa mulai mempersiapkan diri sejak belum menikah. Sejak kita memilih pasangan. 

Nah, loh!

Bu Zulfa mengatakan, “Bagaimana kita menjatuhkan pilihan pada pasangan yang sholeh atau sholehah, dapat menentukan kualitas anak di kemudian hari.”

pendidikan anak di rumah

Niat

Iyes, niat orang tua harus diluruskan terlebih dahulu. Seperti apakah kita ingin mendidik anak-anak kita yang merupakan generasi pemimpin masa depan?

Berat banget tugas kita, ya, Buibu. Tapi insya Allah kalau niatnya tulus karena Allah, semoga dimudahkan jalannya. Apalagi kalau niatnya bareng-bareng nih, sudah dikomunikasikan dengan Bapaknya anak-anak, sudah se-visi dan misi. Wah, bakal keren deh nanti. 

Menemukan Potensi Diri

Semakin anak tumbuh besar, rasanya semakin banyak lagi ilmu yang harus kita cari, ya. Apalagi kalau kita mundur 2 tahun ke belakang, pandemi membuat kita harus bisa mengajarkan anak-anak. Meski sejatinya orang tua memang guru pertama dan utamanya anak-anak, tetapi rasanya kok beraaat banget di awal pandemi itu.

Waktu itu anak saya masih TK A yang belum pernah ada tugas-tugas. Jadi biasanya hanya menanyakan “Tadi belajar apa di sekolah?”, selebihnya ya sudah besok biarkan dia belajar lagi dengan Ibu Guru. 

Bisa jadi rasa berat yang sering kali menghantui itu disebabkan oleh ketidaktahuan kita akan potensi diri sendiri yang terdiri dari potensi akal, potensi fisik dan potensi naluri. Jika kita terus menggali dan mengasah potensi tersebut, maka kita bisa lebih mudah dalam mengidentifikasi permasalahan anak dalam belajar, membantu mencarikan solusi terbaik, menyusun program dan mengembangkan metode belajar.

pendidikan anak di rumah

Tanamkan Konsep Diri Positif pada Anak

Waduh ini makin berat aja, Gengs. Kita harus menanamkan konsep diri positif pada anak, sementara kitanya sendiri suka pesimis sama suatu keadaan. Haha. Ayo kita mulai berubah, Buibu, biar proses ‘menanam’nya bisa membuahkan hasil.

Konsep diri positif adalah bentuk penghargaan terhadap diri dan apa yang dilakukan. Mampu melihat dari sisi positif dari setiap hal yang terjadi. Nantinya konsep ini akan membentuk mindset dan emosi anak.

Cara membentuk mindset positif adalah dengan memberikan label positif. Misalnya “kamu hebat” maka akan terbentuk pola pikir “aku adalah anak yang hebat, aku akan berusaha semampuku”, dapat membuatnya menjadi anak yang percaya diri dan tidak mudah menyerah.

Tumbuhkan Motivasi

Dengan menamankan konsep diri positif pada anak dan mengucapkan label positif sebanyak mungkin, dapat memotivasi anak dan mengangkat harga dirinya.

Ibu Zulfa mencontohkan kisah Usamah bin Zaid yang dikenal sebagai Panglima Perang termuda yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah SAW. Anak muda yang sudah ikut berjihad sejak usia 10 tahun, meski hanya untuk melakukan pengobatan. Hal ini sungguh menumbuhkan rasa percaya dirinya.

Memberi Stimulasi

Manfaat dari stimulasi adalah untuk memunculkan aspek-aspek tumbuh kembang anak. Bukan hanya stimulasi kognitif, fisik motorik dan bahasa yang diperlukan. Tetapi juga stimulasi dalam hal emosi dan keagamaan, yang bisa dimulai sejak anak masih bayi.

Bagi yang muslim bisa memberikan stimulasi keislaman dan juga tahfidz (hafalan Al-Quran). Bagi Buibu yang beragama lain bisa disesuaikan, ya, dengan agama dan kepercayaan masing-masing.

Stimulasi dapat mempengaruhi perkembangan atau kemampuan yang harus dimiliki anak di setiap usia. Atau yang biasa disebut Developmental Milestones.

Baca juga : Tahap Perkembangan Bahasa pada Anak

Curahkan Kasih Sayang

Siapa, sih, orang tua yang nggak punya rasa kasih sayang ke anak? Kita semua menyayangi dan mencintai mereka. Tetapi curahan kasih sayang yang seperti apa yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada anak dan menjadikannya anak yang kuat?

Yaitu kasih sayang dengan perhatian dan kehadiran orang tua. Bukan hanya memberikan apa yang anak inginkan atau butuhkan. Tapi juga memahami. “Kehadiran” bukan berarti harus ada siap sedia setiap hari dan setiap waktu, ya. Buibu bisa baca di tulisan saya yang judulnya Mindful Parenting soal kehadiran kita untuk anak-anak.

Anak yang dilimpahi kasih sayang di rumah, akan menyambungkan sel-sel dalam otaknya dan saling terhubung. Semakin kasih sayang tersebut diulang-ulang, maka hubungan tersebut akan semakin menebal. Kasih sayang dalam keluarga akan menumbuhkan rasa percaya diri.

Jalin Komunikasi yang Efektif

Komunikasi efektif berarti sama-sama memiliki persepsi atau pengertian yang sama terhadap suatu hal. Kalau teman saya dari Sidina Community, namanya Mbak Isti, pernah mencontohkan, kalau kita mau membahas soal “kuda”, pastikan kedua belah pihak persepsinya sudah sama. Jangan sampai yang satu membahas kuda tapi satunya lagi mengira sedang membahas zebra. Haha.

Komunikasi efektif antara orang tua dengan anak dapat menimbulkan kedekatan emosi. Disarankan saat berbicara dengan anak, kita mengambil posisi yang sejajar agar dapat menatap matanya. Rasanya juga lebih nyaman, ya. Beda banget dengan posisi yang nggak sejajar, misalnya anak duduk sementara kita berdiri.

pendidikan anak di rumah

Pfhhh, akhirnya selesai juga ini poin apa saja yang perlu disiapkan oleh orang tua untuk pendidikan anak di rumah. Yuk, Buibu. Kita luruskan niat, motivasi diri terlebih dahulu agar bisa memotivasi anak dengan lebih tulus. Mulai gali-gali lagi potensi yang ada pada diri kita dan selalu menanamkan konsep diri positif.

Bukan pekerjaan mudah, sih. Semoga Allah mampukan kita untuk konsisten menjalaninya, ya. Semangaaat!

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *