fbpx
Contest / Family & Parenting

Menanti, Memiliki dan Kehilangan

Bagi sebagian orang yang sudah dewasa, mungkin merasa masa kecil adalah masa yang paling menyenangkan. Sayapun merasa demikian. Tetapi sebagai orang dewasa yang telah menikah, rasanya yang menyenangkan itu adalah memiliki anak, menemani masa kecil mereka dan melihat anak-anak bertumbuh hingga ketika mereka dewasa kelak masa kecil inilah yang mereka kenang.

Masa Kecil Saya

Memiliki anak tak semudah kedengarannya. Jangankan untuk mengasuh, berusaha mendapatkannya saja sudah sulit duluan. Tetapi sebagai orang yang beriman, kita wajib percaya bahwa Allah SWT punya rencana untuk umat-Nya. Jika tidak hari ini, pasti besok atau lusa. Jika tidak sekarang, pasti nanti. Sabar adalah kuncinya.

Seperti jutaan pasangan suami-isteri yang menanti kehadiran buah hati, kamipun mengalami hal yang sama. Ketika usia pernikahan memasuki tahun kedua, kami belum juga diberi kepercayaan mendapatkan keturunan. Apakah kami terlalu lelah bekerja, stress, kurang ternutrisi dan lainnya, selalu menjadi tanda tanya di benak saya. Tetapi kami tetap bersemangat menjalani hari-hari, seolah-olah berita bahagia itu besok akan hadir. Saya selalu menanti suatu pagi, dimana saya memiliki sebuah testpack bergaris dua.

Akhir tahun 2012, bulan ke enambelas usia pernikahan, saya dan suami mengunjungi dokter kandungan untuk konsultasi seputar rencana kehamilan. Setelah pemeriksaan USG oleh dokter, saya dinyatakan tidak memiliki kista yang besar kemungkinan menghambat kehamilan. Lalu dokter memberikan obat penyubur dan vitamin. Obat penyubur disarankan untuk diminum sejak hari pertama menstruasi. Tetapi saat itu masa menstruasi saya sudah lewat, sehingga hanya vitaminnya saja yang saya minum secara teratur demi kelancaran program ini. Jika tahap pertama belum berhasil, dicoba lagi bulan depan tentunya dengan obat penyubur yang memperbesar peluang hamil. Jika masih belum sukses juga, maka akan dilakukan tes terhadap suami.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Menstruasi saya tidak datang pada waktunya. Sesuatu yang sangat jarang terjadi, bikin deg-degan. Dan tak ingin buang waktu, suatu subuh sesaat setelah bangun dari tempat tidur saya tes kehamilan menggunakan testpack. Pagi yang indah itu akhirnya datang. Saya menggenggam testpack dengan dua garis di atasnya. Positif. Saya hamil.

Kami kembali mengunjungi dokter kandungan untuk memastikan berita bahagia ini. Saya menjalani USG dan sudah ada janin di dalam rahim saya. Ukurannya masih sangat kecil sekali, saat itu usianya baru tujuh atau delapan minggu. Betapa takjubnya saya. Ada sebuah kehidupan yang lain di dalam tubuh ini. Episode baru, resmi dimulai.

Pada awal kehamilan saya belum merasakan ngidam yang gimana-gimana. Padahal kata orang yang sudah pengalaman, ngidam itu bawaannya suka kepingin makan yang diluar jangkauan. Seperti teman saya yang pernah ngidam kerupuk pasir. Dimana coba ya, nyari kerupuk kayak gitu jaman sekarang. Oke, saya sabar menanti. Masih akan ada bulan-bulan berikutnya kok. Saya saat itu tetap fokus pada pekerjaan di kantor, tentunya dengan wajah berseri-seri karena sedang bahagia.

Memasuki minggu ke sepuluh, rasanya ada yang aneh. Ketika buang air kecil ada flek-flek darah yang menempel pada celana dalam saya. Oh, no. Jangan sampai terjadi sesuatu yang menakutkan, seperti perdarahan misalnya. Keesokan harinya masih seperti itu. Akhirnya kami segera periksa kembali ke dokter kandungan. Saat itu janin masih dalam kondisi normal, tetapi saya disarankan untuk bedrest beberapa hari. Dengan harapan berkurangnya aktifitas dapat memperkuat janin. Kakak saya juga bilang, hal itu biasa terjadi pada kehamilan di trimester pertama dan akan berangsur pulih.

Awalnya saya agak tenang dan berusaha membangun pikiran positif bahwa saya dan janin ini akan baik-baik saja. Tetapi beberapa hari bedrest saya malah mengalami perdarahan disertai dengan kontraksi. Ketika itu hari minggu, tidak ada dokter SPOG yang praktik di Rumah Sakit tempat saya biasa memeriksakan kandungan. Yang ada hanya suster dan bidan. Mereka menyarankan agar saya dirawat hingga besok dokter hadir untuk memeriksa dan memberikan keputusan. Kemungkinan besarnya saya harus menjalani kuretase. Ya Allah… kabar bahagia yang selama ini saya pelihara, perlahan memudar.

Lalu saya putuskan untuk bedrest di rumah saja. Membayangkan harus menginap di rumah sakit, saya sudah ngeri duluan. Yang saya butuhkan saat itu adalah tempat istirahat yang paling nyaman, berada dekat dengan orang-orang yang menyayangi saya. Dan tempat itu adalah di rumah. Tetapi meskipun sudah menjalani bedrest, perdarahan saya tak juga berhenti. Justru bertambah banyak. Dan setelah beberapa hari dengan kondisi demikian, sepertinya saya harus mengikhlaskan si jabang bayi. Ikhlas jika memang saya masih belum diberikan kepercayaan memiliki anak. Ikhlas jika saya harus menanti lebih lama lagi. Akhirnya saya mengalami keguguran.

Bukan hal yang mudah untuk menerima kenyataan pahit itu. Berhari-hari saya masih tetap sedih, meski suami, orangtua dan lingkungan sekitar sudah berusaha menghibur. Saya sibuk menyalahkan diri sendiri, mengapa saya tidak bisa menjaga bayi saya?

Saya dan banyak wanita lainnya yang pernah mengalami keguguran pasti tidak akan serta merta melupakan peristiwa menyedihkan itu. Jika kami tersenyum, itu hanyalah senyum yang menyimpan kenangan akan masa-masa kehamilan yang meski hanya sesaat namun pernah membawa sejuta kebahagiaan. Tapi hidup harus terus berjalan. Dan keyakinan itu harus selalu ada dalam hati saya, bahwa Allah akan memberikan pengganti apa yang telah hilang dari hidup kita.

Hari berlalu, tahun berganti. Kami terus berusaha dan mencoba walaupun hasilnya masih menstruasi teratur setiap bulannya. Dari hasil browsing seputar program kehamilan, banyak yang menyarankan agar wanita jangan terlalu stress jika ingin cepat hamil. Kesibukan di kantor yang menyita waktu dan perhatian mungkin menjadi faktor utama mengapa kehamilan belum juga datang. Dan langkah yang paling besar saya ambil demi mendukung program kehamilan babak dua. Saya rela meninggalkan karir saya, meskipun penghasilannya sangat sangat mencukupi kebutuhan keluarga kami dan masih punya lebih untuk ditabung. Tetapi memiliki anak adalah yang paling saya inginkan, sementara usia kian bertambah. Saya tidak boleh menyiakan masa-masa subur saya. Bukankah rezeki sudah ada yang mengatur? Jika bukan dari tempat saya bekerja, pasti ada jalan lain. Dan sayapun resign.

Sebulan setelah resign belum ada tanda-tanda saya hamil. Seperti yang sudah direncanakan kami kembali menjumpai dokter kandungan. Dr. Junita, SPOG di RSIA Mutiara Bunda – Tangerang. Dokter, rumah sakit dan program yang sama dengan tahun sebelumnya. Besar harapan kami agar yang kali ini bisa berhasil, dalam rangka menuju status menjadi ibu, sosok wanita yang seutuhnya.

Tadi saya bilang kalau pada program tahun lalu saya belum sempat minum obat penyuburnya. Nah, obat penyubur itu masih ada. Saya membawanya ketika kontrol pertama kali. Karena penyuburnya belum expired, maka masih boleh diminum. Lumayan untuk saat itu itung-itung penghematan dan tidak jadi mubazir. Sesuai anjuran dokter, obat penyubur yang terdiri dari dua jenis itu masing-masing harus diminum mulai hari pertama dan kedua menstruasi. Beserta beberapa vitamin yang harus diminum setiap hari sampai habis. Saking takutnya program ini bakal gagal, saya sampai pasang reminder alarm di ponsel, jangan sampai ada jadwal minum obat dan vitamin yang terlewatkan.

Tidak hanya itu, saya juga mengimbanginya dengan konsumsi makanan bergizi dan bernutrisi baik. Misalnya sayuran dan buah yang mengandung asam folat seperti bayam, brokoli, tomat, alpukat. Tak lupa juga berolahraga secukupnya agar tubuh menjadi bugar. Ritual ini tidak saya lakukan sendiri, tapi suami juga. Saat itu kami adalah satu tim yang kompak demi mewujudkan cita-cita kami berdua. Dan jika keduanya sudah menjalankan pola hidup sehat maka besar kemungkinannya program hamil bisa berhasil.

Sebulan berlalu. Tiba-tiba saya flu, tidak enak badan. Bawaannya mau meriang melulu. Eh, tapi jangan-jangan itu bukan tidak enak badan yang biasanya. Siapa tahu saya sudah positif. Kali ini tidak perlu menunggu terlambat datang bulan, tidak juga menunggu pagi untuk melakukan tes urin dengan testpack. Selepas isya, saya galau antara kepingin makan nasi pakai sambal goreng tapi sudah tak sabar ingin mengetahui apakah usaha kami yang kali ini berhasil atau tidak. Ritual tes urin dimulai.

Setelah beberapa detik… Di tangan saya, adalah sebuah testpack dengan satu garis berwarna merah pekat dan satunya lagi merah muda, nyaris tak terlihat. Saya pandang-pandang dengan heran. Jadi sebenarnya saya hamil atau tidak, sih? Ok, mungkin harus dilakukan tes ulang besok pagi. Pikir saya waktu itu.Testpack tersebut saya simpan dan selanjutnya saya melaksanakan sholat isya.

Setelah sholat dan berdoa, entah mengapa saya ingin melihat kembali testpack yang tadi. Siapa tahu warnanya sudah berubah. Siapa tahu saya betulan hamil. Dan siapa pula yang tahu, bahwa ternyata garisnya memang benar-benar berubah seperti yang saya harapkan. Kini keduanya bergaris merah, jelas sekali. Masya Allah, saya hamil—lagi. Langsung saya tunjukkan benda itu kepada suami.

Berdua kami mengucap syukur alhamdulillah dengan bibir yang bergetar, mata yang berkaca-kaca. Tak pernah kami seterharu itu dalam menerima berita baik. Malam itu tanggal 9 Januari 2014, beberapa hari setelah ulang tahun suami saya. Dan berita baik ini sungguh hadiah yang paling indah. Allah sendiri yang memberikannya kepada kami, dengan cara yang paling indah pula.

Saat kontrol kehamilan ke dokter kandungan, saya dan janin dinyatakan sehat. Saya kembali menerima print out hasil USG. Yang mana foto tersebut tiap hari saya pandangi terus saking bahagianya dan tak sabar menunggu si janin bertambah besar. Ingin melihat tangan dan kakinya, jari-jemarinya.

Setiap kehamilan wanita memiliki keunikan masing-masing. Dan pada saatnya saya mulai ngidam yang aneh-aneh. Awal kehamilan saya ngidamnya sambal goreng. Lalu kepingin mangga indramayu tapi yang matang, dikala musim mangga baru saja dimulai. Kepingin sawo matang dikala musim sawo justru belum dimulai sama sekali. Yang terjauh, kepingin makan keripik sanjai yang belinya di Padang, Sumatera Barat. Waw, indahnya hamil yang kali itu. Setiap kehamilan adalah cerita yang belum selesai sampai pada waktunya melahirkan. Dan ternyata kehamilan saya yang ini sangatlah istimewa.

Usia kehamilan tiga bulan, seperti biasa saya mengunjungi dokter kandungan setiap dua minggu. Hari itu pertengahan bulan maret 2014 atau tiga tahun dari sekarang. Setelah sekian lama menunggu kehadiran buah hati, setelah pernah keguguran dan setelah saya teramat sangat menikmati kehamilan yang kian membesar ini… Allah SWT membiarkan kami menerima sebuah berita lagi. Sebuah berita melalui monitor alat USG, ketika dokter menemukan ada janin lain di dalam rahim saya. What?

Subhanallah… ada dua bersaudara di dalam rahim saya. Mereka kembar. Can you imagine? Rasanya seperti apa yang sudah saya alami sebelumnya akhirnya tergantikan, terbayarkan. Allah memang Maha Baik dan Maha Sempurna.

Saya memang sangat menyukai anak-anak kembar, kisah mereka baik itu cerita asli seperti Oman-Oim dan Fadil-Fadli—sepupu saya, maupun cerita fiktif seperti di novel atau serial upin ipin. Tetapi belum pernah saya menyangka akan dikaruniai anak kembar. Dan tidak hanya kami berdua, berita ini sungguh menyebar secara positif dan membawa kebahagiaan tak terkira di keluarga besar kami. Akhirnya keluarga besar ini akan jadi semakin besar dengan kehadiran si kembar kelak.

Hamil kembar berfoto bareng si kembar.

Setiap kali ada kumpul keluarga kami selalu excited membicarakan si kembar di dalam perut saya. Pertanyaan seputar mereka selalu berlalu lalang, seperti bagaimana rasanya hamil kembar? Bagaimana mereka berdua di dalam perut, apakah saling tendang, saling gulat? “Mereka aktif sekali”, jawab saya kala itu. Kami juga sibuk membicarakan perlengkapan mereka nanti, segala sesuatu yang harus serba dua. Pakaian yang dikembarkan. Juga sepasang nama yang harus kami persiapkan.

Perut ini kian membesar. Si kembar diketahui berjenis kelamin laki-laki. Mereka kembar identik dengan satu placenta. Kehamilan kembar bisa diakibatkan karena konsumsi obat penyubur atau faktor genetik. Saya memenuhi kedua sebab tersebut. Ritual USG menjadi kegiatan favorit saya setiap kali berkunjung ke rumah sakit. Siapa yang tak bahagia, melihat sepasang jabang bayi di dalam rahim ibunya. Namun, semakin mereka tumbuh besar, semakin raga ini lemah. Hingga saya diharuskan untuk cek darah. Dari hasil lab diketahui bahwa saya mengalami anemia, dengan kadar hemoglobin atau HB hanya 8.2. Padahal normalnya HB harus diatas 10.

Saat itu saya sudah ganti dokter kandungan dengan Dr. Sugi SPOG. Beliau memberikan saya resep tambahan vitamin agar keluhan pusing dan lemah setidaknya berkurang. Tetapi berjalan satu bulan kondisi saya tetap sama saja. Pada pertemuan berikutnya, dokter memeriksa kondisi janin. Yang satu sehat, detak jantungnya normal, berat badan sesuai dengan umurnya yang memasuki 28 minggu. Kepalanya juga sudah mengarah ke bawah. Ah, betapa lucunya bayi itu. Tak lepasnya senyum ini saat melihat layar USG. Saya tak sabar ingin melihat janin yang kedua.

Dan sekali lagi Allah menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya. Janin yang kedua tidak terdeteksi detak jantungnya. Astagfirullohal’azhim… sesaat saya seperti mati rasa. Saya sampai meminta dokter mengulangi pemeriksaan dan hasilnya sama saja. Dokter bilang, diperkirakan janin telah meninggal sejak seminggu yang lalu. Terlihat dari tempurung kepalanya yang sudah peyang.

Ketika itu yang saya inginkan hanyalah pulang ke rumah lalu langsung tidur. Berharap ketika bangun nanti akan mendapati kalau semua ini hanya mimpi. Tapi ini bukan mimpi. Ini sungguh nyata. Hari itu tanggal 12 Juli 2014, puasa hari ke empatbelas, dua hari menjelang ulang tahun saya. Sebuah kejadian yang tidak dapat ditolak akhirnya kembali datang. Inilah takdir baru kami. Saya mengandung dua janin tetapi yang satunya sudah tidak hidup lagi. Dokter bilang, janin yang sudah meninggal bisa tetap berada di dalam rahim tanpa mempengaruhi janin yang satunya lagi hingga ia cukup bulan dan siap dilahirkan.

Saya hanyalah wanita biasa. Perasaaan sedih, dan kecewa bercampur jadi satu. Saya juga sempat marah pada diri sendiri. Mungkinkah kali ini atas kelalaian saya sebagai ibunya hingga bayi saya tidak dapat bertahan? Mungkinkan ini salah saya? Dan mengapa? Mengapa ini harus terjadi pada kami? “Tidak tahu” itu jawaban dari suami. Ya, kami memang tidak tahu mengapa ini bisa terjadi. Di dalam kamar yang gelap kami berdua menangis dalam diam. Belum pernah kami sesedih ini dalam menerima sebuah berita duka.

Saya merasa terpukul tetapi sekaligus harus kuat demi janin yang masih hidup. Saya sangat takut akan kehilangan keduanya jika terus berlarut dalam kesedihan. Sementara, saya berharap keajaiban akan datang..

Mungkin keajaiban itu ada di suatu tempat. Kami mencari second opinion ke dokter lain. Pilihan saya jatuh pada Dr. Yasmina Ismail SPOG di RS Medika Permata Hijau – Jakarta. Setelah USG, dokter menjelaskan secara gamblang tentang apa yang telah terjadi pada janin saya. Kasus ini disebut Twin to Twin Transfussion Syndrome. Dimana mereka berbagi satu placenta yang sama dan salah satu janin menjadi donor bagi janin yang lainnya. Sehingga janin pendonor tidak bisa bertahan lagi. Jika diibaratkan, tali pusat janin pendonor tidak tersambung pada placenta, melainkan menumpang pada tali pusat janin penerima donor. Sehingga nutrisi yang ia dapat jumlahnya lebih sedikit.

Jadi yang dulunya saya pikir ‘mereka aktif sekali’ rupanya keliru. Yang sangat aktif hanya satu janin saja. Sedangkan yang satunya pasif. Hari itu keajaiban tidak datang kepada saya. Namun dokter membesarkan hati kami, bahwa kita patut bersyukur karena masih diberikan kesempatan pada janin yang masih hidup. Bahwa hidup harus tetap berjalan dan saya harus selalu kuat demi dapat melahirkan kelak. Tidak boleh stress demi perkembangan janin yang harus selamat tiba ke bumi nantinya.

Last pregnancy photo shoot before maternity

Atas izin Allah SWT, saya melahirkan pada tanggal 1 September 2014 pukul 10. 47 di ruang operasi RS Medika Permata Hijau dengan ditangani oleh Dr. Yasmina Ismail SPOG. Hari yang dinanti-nanti dengan penuh kecemasan. Kedua putera kami diberi nama Hammam dan Harits.

Mami yakin, kalian berdua pasti sangat mirip :P

Hari itu saya bahagia dan sedih dalam waktu yang bersamaan. Bahagia karena telah bertemu dengan Hammam beberapa menit setelah badannya dibersihkan oleh suster atau bidan. Kami bertatap mata cukup lama. Ketika saya bilang ‘Hai, sayang’ Hammam lalu menyentuh wajah saya dengan jari-jari kecilnya. Rasa bahagia membuncah menjadi airmata yang tak tertahankan. Bahagia sekaligus sedih yang tak terperi, karena harus berpisah dengan Harits. Siang harinya jasad Harits dibawa pulang oleh keluarga untuk dikebumikan pada sore harinya. Saya hanya sempat melihat dari jauh ketika tubuh kecil berbalut kain itu digendong oleh papinya.

Selamat jalan sayang, terima kasih sudah hidup di dalam rahim mami selama tujuh bulan lamanya. Insya Allah suatu saat nanti kita akan bertemu kembali.

Terima kasih Hammam, sudah hadir ditengah-tengah keluarga kita. Terima kasih Papi untuk semuanya.

Our first time photo shoot

Dan terima kasih kepada seluruh keluarga, saudara, sahabat dan teman-teman yang telah mendo’akan kami.

Dikunjungi keluarga
Dikunjungi sahabat

Mungkin sebagian orang memang ditakdirkan untuk memiliki pengalaman yang tidak biasa. Seperti saya dan ibu lainnya yang mengalami hal-hal serupa. Tentang penantian anak, kehilangan anak, harapan akan keajaiban dan keajaiban yang tak kunjung hadir. Selamanya kita tidak akan mungkin melupakan mereka yang telah pergi. Sampai akhir masa mereka akan terus kita cintai. Dan tentu saja, keajaiban itu memang nyata adanya. Sungguh ajaib bahwa kita bisa kuat dan tegar setelah semua yang telah lewat. Betapa ajaibnya hidup ini ketika kita perlahan bangkit dan menyembukan luka itu.

Selalu yakin bahwa anak adalah hak Allah. Mereka hanya dititipkan kepada para orangtua, untuk dijaga, dilindungi, dirawat, dididik. Hingga saatnya tiba semua harus dikembalikan kepada yang Maha Memiliki.

Oh ya, keajaiban lainnya adalah ternyata salah satu sepupu Hammam mau jadi kembarannya. Namanya Alikhan :)

kembaran baju tiap sore

Tulisan ini dibuat dalam rangka menyembuhkan hati dan diikutsertakan dalam #GADianOnasis.

Author

dzul_rahmat@yahoo.com
Mindful Parenting Blogger || dzul.rahmat@gmail.com

Comments

Hastira
March 28, 2017 at 1:21 am

nice sekali



Leila
March 30, 2017 at 4:57 am

Betul Mba, tentu tidak bisa serta-merta pengalaman itu dilupakan, malah mungkin (pendapat saya pribadi yang pernah mengalami kendati cuma sekali) bukan untuk dilupakan karena setidaknya sudah pernah merasakan kenangan bersama meski kemudian ternyata harus berpisah (dengan cara yang tidak terlalu menyenangkan, setidaknya secara fisik, bahkan walau dibilang ikhlas dan jadi ladang pahala sekalipun).



Arni
March 31, 2017 at 3:49 pm

Luar biasa perjuangannya mbak
Ikut terharu saya. Memang anak itu hak penuh yang di atas ya mbak
Selamat untuk kehadiran Hammam



Hani
April 1, 2017 at 3:15 pm

Terharu baca kisahnya. Pasti suatu pengalaman tak terlupakan. Sehat selalu semoga Hammam makin pintar…



marita ningtyas
April 3, 2017 at 7:57 am

Terharu banget baca kisahnya.. Sehat-sehat ya, dik Hammam :)



August 23, 2018 at 8:23 pm

nice website, success..!



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Inspirasi Jelang Pagi

March 30, 2017