Health

Program Hamil untuk Wanita Penderita PCOS

Banyak cerita tentang kehamilan yang menyentuh hati saya, baik kisah di dunia nyata maupun yang pernah saya tonton dalam film. Tapi baru kali ini saya dengar cerita program hamil dari teman-teman yang didiagnosa PCOS, hingga mata saya berkaca-kaca sepanjang acara. Bukan hanya saya, teman-teman yang lain pun sama terharunya. 

Cerita-cerita ini dibagikan saat saat mengikuti seminar kesehatan  di Mayapada Hospital Jakarta Selatan, Sabtu, 3 Desember 2022, dengan tema “PCOS, Masih Mungkinkah untuk Hamil Alami?” 

Tunggu. Kenapa blog Aifalogy tiba-tiba jadi ngomongin kehamilan, nih? Dan sebenarnya PCOS itu apa, sih?

Saya baru sadar blog ini kalau nggak ngomongin anak, ya ngomongin diri sendiri aja. Jarang banget bahas soal kehamilan. Untuk mengupdate pengetahuan seputar kesehatan reproduksi wanita, saya akhirnya join seminar ini. Semoga kita jadi sama-sama aware, ya, dengan kelainan yang satu ini.

Saya juga baru pertama kali nih mendengar istilah PCOS. Meskipun dulu saya pun harus menunggu lama untuk bisa hamil, tapi dokter tidak mendiagnosa demikian. Jadi ini tuh salah satu kelainan pada wanita yang bisa menjadi penyebab susah hamil. Tapi susah itu bukan berarti tidak bisa, ya, Buibu. Akan selalu ada harapan. Makanya, baca sampai selesai, ya!

By the way, Narasumber dalam acara ini adalah dr. Malvin Emeraldi, Sp.OG (K)FER, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan, Konsultan Subspesialis Fertilitas & Hormon Reproduksi Mayapada Hospital Jakarta Selatan (MHJS). 

Dan Ibu Grace Tahir selaku Direktur Mayapada Hospital dan Co-Founder Everest Media. 

Definisi PCOS

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) adalah suatu kelainan yang ditandai dengan adanya hiperandrogenisme dengan anovulasi. 

Hiperandrogenisme adalah kondisi wanita memiliki hormon androgen berlebih. Di mana biasanya hormon ini dimiliki oleh pria. Wanita dengan hiperandrogenisme bisa dilihat tandanya dari banyaknya jumlah bulu halus pada wajah (hirsutisme), jerawat yang tak kunjung sembuh dan rambut di kepala menipis.

Anovulasi adalah tidak terjadinya pelepasan sel telur wanita dari ovarium ke tuba fallopi. Karena hanya sel telur yang telah matang lah yang akan berhasil keluar dari ovarium. Sementara pada penderita PCOS sel-sel telurnya tidak matang atau bisa dibilang infertil (tidak subur).

Jika demikian, apakah masih memungkinkan bagi penderita PCOS. Untuk bisa hamil secara alami?

Jawabannya : Bisa!

PCOS, Menstruasi Tidak Teratur Tetapi Memiliki Banyak Sel Telur

Umumnya, gejala klinis dari PCOS bisa dilihat dari kondisi berikut ini :

1. Siklus menstruasi tidak teratur. Ada kalanya wanita mengalami Amenorrhea (menstruasi terhenti) atau Oligomenorhea (siklus haid tidak normal, bisa lebih dari 90 hari). Hal ini juga bisa disebut anovulasi.
2. Gambaran ovarium polikistik, yaitu jumlah sel telur banyak, tetapi kecil-kecil.
3. Hiperandrogenisme

Diagnosis PCOS ditegakkan bila ada 2 dari 3 gejala klinis diatas. Ditemukan 44,8% dari kasus PCOS gejalanya adalah anovulasi dan PCO (ada kista kecil di ovarium).

Kata dr. Malvin, beliau paling senang kalau mendapatkan pasien PCOS. Karena jika dibandingkan dengan masalah reproduksi lainnya, PCOS lebih mudah ditangani dan kesempatan hamil alaminya lebih besar. Apalagi jika wanita masih dalam masa subur, yaitu dengan rentang usia 20-35 tahun. Sehingga cara Inseminasi Intra Uterine ( IIU ) dan IVF (Bayi Tabung) berada pada urutan terakhir untuk dipilih.

Wanita dengan PCOS sebenarnya memiliki banyak sel telur. Hanya saja ada faktor yang mempengaruhi sel telurnya menjadi tidak matang. Jadi, tinggal dilakukan strategi agar sel telur bisa mencapai kematangannya sehingga siap dibuahi oleh sel sperma. 

Treatment untuk PCOS

Jika Buibu mengalami gejala-gejala PCOS seperti yang saya sebutkan tadi, ada baiknya jika Buibu dan suami memeriksakan diri ke dokter kandungan. Kenapa Pak Suaminya harus ikut? Karena perlu dilakukan pengecekan secara menyeluruh, sehingga diketahui masalah mendasarnya. 

Katakanlah Buibu mengalami PCOS, nanti akan ada treatment dan strateginya supaya bisa hamil alami. Dengan catatan tidak ada masalah dengan kesuburan suaminya. Jadi, tolong banget, nih, Bapak-bapak. Mau, ya, kalau diajak kontrol ke dokter sama istrinya. Karena kalau nggak sama-sama diperiksa, mau program hamil di rumah sakit terbaik pun nggak akan berhasil kalau ternyata masalahnya ada di Bapak.

Diagnosis PCOS ditentukan setelah melakukan serangkaian pemeriksaan sebagai berikut :

1. Anamnesis siklus haid dan gejala-gejala klinis PCOS
2. Pemeriksaan fisik. Wanita dengan lingkar pinggang lebih dari 88 cm dan mengalami Hirsutisme, sangat mungkin mengalami PCOS
3. Pemeriksaan penunjang seperti USG dan pemeriksaan laboratorium.

Karena banyak penyebabnya, maka treatment PCOS pun nantinya akan disesuaikan berdasarkan anjuran dokter. Misalnya dengan konsumsi obat-obatan untuk obesitas, anti androgen, kontrasepsi oral, insulin sensitizer, dan induksi ovulasi. 

Healthy Lifestyle for Physical and Mental Health

Dari semua itu, ada satu hal yang perlu dilakukan apa pun gejalanya, yaitu mengubah gaya hidup. Dengan pola hidup yang lebih baik, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan baik secara fisik (termasuk proses reproduksi) dan juga secara mental.

Bicara soal kesehatan mental, Ibu Grace Tahir ikut berbagi cerita tentang proses kehamilan anak kedua dan ketiganya. Setelah berusaha untuk hamil secara alami selama lebih dari 2 tahun, akhirnya beliau memeriksakan diri ke dokter dan dinyatakan menderita PCOS. Gejala yang dialami Ibu Grace adalah obesitas dan rambut menipis.

Saat itu Ibu Grace melakukan diet habis-habisan untuk menurunkan berat badannya, kemudian menjalankan inseminasi yang cukup melelahkan, hingga mengalami alergi obat yang membuat sesak napas parah dan harus dilarikan ke UGD. Kebayang nggak, sih? Sudah stress dengan program kehamilan, lalu kena alergi yang rasa-rasanya kayak sudah mau meninggal, kata beliau. Itu tekanannya sudah dari berbagai sisi, kan.

Sebagai gambaran bagaimana melelahkannya proses inseminasi, Buibu bisa nonton film Testpack yang diperankan oleh Acha Septriasa, deh. Di film ini diceritakan Acha sedang program hamil dengan inseminasi tapi gagal terus.

Ok, lanjut, ya.

Di tengah perjuangannya untuk bisa hamil, saat itu Ibu Grace masih terpengaruh dengan anggapan orang lain mengenai nilai diri wanita yang dilihat dari jumlah anaknya. Makin-makin lagi beliau stress-nya. Di bagian ini mata saya sudah berkaca-kaca, kayaknya sedikit lagi mau nangis, kalau saja Ibu Grace nggak membuat suasana kembali ceria.

Baca juga : Menanti, Memiliki dan Kehilangan

Singkat cerita, akhirnya Ibu Grace berserah diri pada Tuhan dan menginginkan kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Setelah itu justru beliau malah langsung hamil dua bulan berikutnya. Wow, amazing! Sekuat itulah kesehatan mental, Buibu.

Jadi kesehatan mental wanita memang harus harus harus diperhatikan banget, ya, Buibu, dalam menjalankan program hamil. Memang ini sangat berat, sih. Apalagi di lingkungan sekitar kita kalau sudah lama menikah dan belum hamil juga, pasti ada saja omongan orang. Yang sedihnya, sering kali selentingan itu datangnya bukan dari orang jauh, melainkan mereka yang paling dekat dengan kita.

Makanya Ibu Grace Tahir memberikan dukungan kepada seluruh peserta yang hadir, terutama yang sedang berjuang mendapatkan garis dua pada alat uji kehamilannya, untuk tetap positif thinking dan mengutamakan diri sendiri terlebih dahulu. “Nilai diri kita bukan dilihat dari jumlah anak, bisa melahirkan atau tidak. Nilai diri kita lebih dari itu semua.” katanya. Huhu, malah makin terharu nggak, siiih?

Strategi yang Bisa Dilakukan untuk Program Hamil

Semua treatment yang saya sebutkan tadi bertujuan untuk mengembalikan kesuburan wanita dan juga menemukan masa ovulasinya. Jadi selama ini kan menstruasinya berantakan, nggak jelas kapan datang dan perginya, maka nggak bisa diketahui kapan masa suburnya. Kalau menstruasinya sudah teratur, maka akan lebih mudah menentukan masa subur dan ovulasi.

Saat ovulasi terjadi, sel telur akan hidup selama 24 jam. Sementara sel sperma bisa bertahan selama 3×24 jam. Di waktu ovulasi inilah sel telur dan sel sperma harus bertemu. Jadi Buibu dan suami bisa melakukan aktivitas seksual kira-kira sehari sebelum ovulasi. Atau kalau pas hari ovulasinya sih lebih bagus, ya.

Tapi bagaimana kita bisa tahu kapan masa ovulasi itu? Kalau masa subur sih bisa ya kita hitung sendiri sekitar 8-19 hari sejak hari pertama haid terakhir. Nah, ovulasi berada di rentang waktu itu, sekitar hari ke-11 setelah hari pertama haid terakhir.

Tetap Semangat!

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi Buibu semua yang sedang merencanakan kehamilannya. 

Sebagai rekomendasi, Buibu bisa mengunjungi dokter kandungan yang ada di Mayapada Hospital Jakarta Selatan. Insya Allah dimudahkan dan dilancarkan segalanya, yaaa.